Powered By Blogger

September 28, 2009

Refleksi Diri Lewat Buku 5 DOKUMEN KEESAAN GEREJA - PGI Jakarta

.


Saya telah membaca buku berjudul ‘MEMASUKI MASA DEPAN BERSAMA: Lima Dokumen Keesaan Gereja-Gereja di Indonesia’. Buku ini merupakan hasil keputusan dari Sidang Raya X DGI yang dilangsungkan di Karang Panjang, Ambon, Maluku pada tanggal 21-31 Oktober 1984.


Saya memperoleh beberapa hal menarik dari buku ini. Buku ini membahas mengenai suatu rapat yang diadakan di Ambon. Lewat rapat tersebut, diperoleh beberapa keputusan mengenai apa yang boleh, tak boleh, harus, dan tak harus dijalankan oleh gereja-gereja di Indonesia.




Dokumen Keesaan Gereja yang pertama adalah Pokok-Pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB) telah ditentukan dan akan dijalankan selama lima tahun dari tahun 84 sampai 89. Dokumen ini membahas mengenai betapa banyak gereja yang ada di Indonesia sekarang ini merupakan karunia Tuhan, sebab Yesus menginginkan Indonesia bangkit dan menjadi pengikutNya. Tugas-tugas gereja yang harus dijalankan adalah pembentukan persekutuan, atau perkumpulan jemaat, lalu gereja harus disebar, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi sampai pelosok Negri-pun Gereja harus bisa menjadi berkat bagi lingkungan.


Dokumen kedua adalah Pemahaman Bersama Iman Kristen di Indonesia (PBIK). Dokumen ini membahas mengenai bagaimana setiap jemaat Kristus memahami arti sebuah iman. Ada 7 poin yang dibahas di sini. Yang pertama mengenai Allah. Poin ini menegaskan bahwa Tak ada Allah lain selain Yesus. Yang kedua mengenai penciptaan dan pemeliaraan, ditegaskan disini untuk selalu bersyukur sepenuh hati karena kita telah dicipta dan dipelihara oleh Yesus. Yang ketiga Manusia. Kita telah dicipta sesuai gambar dan rupa Allah, jadi kita patut bersyukur. Keempat mengenai Penyelamatan, bagaimana Yesus telah mengorbankan diriNya dan mati untuk menyelamatkan umat manusia. Kelima tentang Gereja, dimana Allah telah menghimpunkan seluruh umatNya dalam suatu persekutuan yaitu Gereja, jadi kita harus menjaga gereja itu sebagai suatu kesatuan tubuh Kristus. Keenam mengenai Kehisupan setelah kematian yang dibahas lewat kerajaan Allah dan Hidup Baru. Manusia yang masih ada di dunia diharapkan beriman sepenuh hati agar dapat memperoleh hidup yang kekal kelak. Terakhir mengenai Alkitab. Selagi masih hidup di dunia, kita harus memanfaatkan Firman uhan lewat membaca Alkitab.


Dokumen ketiga yaitu Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima di Antara Gereja-Gereja Anggota Persekutuan Gereja Indonesia. Dokumen ini membahas mengenai keanggotaan gereja, pelayanan gereja, baik di bidang pemberitaan firman Tuhan, baptisan, perjamuan kudus, pemberkatan perkawinan, sampai pelayanan penguburan/pengabuan. Pelayanan-pelayanan gereja ini diharapkan dapat diterima semua gereja di Indonesia, dan yang terpenting agar setiap gereja Indonesia mau melaksanakan pelayanan-pelayanan tersebut.


Dokumen keesaan keempat membahas mengenai Tata Dasar Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. Dokumen ini mencantumkan hal-hal formal mengenai PGI. Dokumen ini membahas tentang nama PGI yang berasal dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, lalu membahas Tempat PGI yang berpusat di Jakarta, waktu berdiri PGI sejak 25 Mei 1950, dasar PGI yaitu Yesus Kristus sesuai Matius 16:18 dan I Korintus 3:11, tujuan PGI yaitu untuk mewujudkan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia, lalu azas bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dari PGI. Usaha-usaha PGI, cara penerimaan anggota PGI, dan lain sebagainya.


Dokumen keesaan yang kelima dari PGI adalah Menuju kemandirian Teologi, Daya, dan Dana. Dokumen terakhir ini membahas tentang bagaimana caranya agar gereja-gereja Indonesia dapat berdiri secara mandiri dan maju di segala bidang. Kemandirian Gereja adalah suatu keadaan dengan melalui suatu proses yang menuju pada “kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan sesuai dengan kepenuhan Kristus”. Artinya PGI harus dewasa, bertanggung jawab dalam menjalankan tugas panggilan dari Kristus demi kepentinagn berbangsa dan bernegara, jadi bukan melayani setelah menantikan bantuan.




Dengan membaca buku Lima Dokumen Keesaan Gereja ini, saya dapat mengetahui dan mengerti tentang tata cara persekutuan gereja-gereja Indonesia bekerja dan berorganisasi. Sebelumnya saya pikir saya telah mengetahui banyak hal tentang gereja, saya pikir untuk membuat sebuah gereja hanya memerlukan gedung gereja dan pelayan-pelayan Tuhan yang handal, ternyata proses suatu gereja diakui di Indonesia itu jauh lebih rumit. Ada banyak pasal-pasal dan hukum yang bekerja di dalamnya, ada banyak tata cara, kewajiban-kewajiban suatu gereja, dan adanya tuntutan agar gereja itu berdampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Mulai sekarang, saya pribadi tidak akan pernah meremehkan proses terbentuknya suatu gereja, karena sampai saat ini, harus saya akui, dengan membaca buku ini, saya jadi tersadarkan bahwa pengetahuan saya tentang gereja masih sangat minim. Jadi saya masih harus banyak belajar dan mengerti akan harapan Yesus akan gereja-gereja di Indonesia. Semoga harapan Tuhan Yesus akan pertumbuhan PGI dapat terwujud dengan baik demi kemajuan Indonesia.



Amen.





.

September 24, 2009

Surabaya? That's Hot... What I Mean is: REALLY-REALLY-REALLY HOOOOOT!!!!!!!

.
.

Seminggu aku berlibur dari aktivitas Kampus, panas Surabaya emang ga terlalu kerasa, karena selain kebanyakan ngabisin waktu indoor, sebisa mungkin aku memang ngejauhin yang namanya sunlight... Hari ini hari pertama aku masuk kampus, terpaksa dong bawa motor ke sono, OMG, panasnya boook!!! Bisa-bisa 42 derajat!!! >.< Aku buenci yang namanya panas!! Luar biasa sekali sih panasnya Surabaya??? Kayaknya tahun-tahun lalu Surabaya gak se-hot ini loh!!


Bagi aku secara pribadi, tentu ada efek samping dari panasnya matahari di Surabaya...


1. Badan clekit-clekit digigit panasnya matahari Ini gak enak banget, coba aja jemur badanmu di bawah panas matahari, 5 menit aja, pasti rasanya panas banget, sakit, dan menderita...

2. Sweaty all over my body Bikin ga nyaman, rasanya kepeeeeet melulu, badan pliket, gerah, dan jadi was-was kalo ada yang nowel-nowel...

3. Bad Mood Kalo udah kepanasan, rasanya bawaannya pingin maraaaaaaah melulu, BT banget, moody-nya keluar, males dideketin!!

4. SOOOOO LAZYYY... Kalo udah ngerasain panasnya di luar rumah yang bukan main, pinginnya: Tidur. Bener nih!! Rasanya males untuk beraktivitas menjadi 4X lipat!! >.<



Aku ingin turun salju... Is that possible?? *In Surabaya*

Mungkin tahun 2012 yee...


.

September 23, 2009

Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan - Eni Setiati's Book

.
.

KENALI PROFESI KEWARTAWANAN




Jika ingin menjadi wartawan, pastikan itu adalah pilihan hati nurani, bukan atas perintah atau keinginan orang lain. Terutama tujuan awal memilih profesi penuh tantangan ini adalah bukan untuk “mengubah nasib” agar menjadi kaya, karena profesi wartawan memang bukan profesi mudah dan mengantar anda pada kekayaan yang instant. Namun jika dibandingkan dengan profesi lainnya, kekayaan dalam bentuk nonmateri dapat anda peroleh. Pertama kaya akan pengetahuan karena setiap saat menemui ragam informasi secara langsung. Kedua, kaya relasi, dari pejabat tinggi, orang-orang penting, atau artis. Ketiga, kaya akan ketrampilan dalam menulis. Keempat, kaya kemudahan, contohnya dalam hal administrasi, misalkan dalam pengurusan tiket masuk untuk mewawancarai artis atau pejabat kepresidenan. Kelima, kaya akan ilmu jurnalistik.


Namun menjadi seorang wartawan profesional memerlukan waktu yang tidak sebentar dan usaha yang keras. Sukses menjadi seorang wartawan senior membutuhkan jam terbang yang dimulai dari menjadi seorang reporter yang harus dijalani paling tidak selama lima tahun. Kemudian, dengan modal kecakapannya, ia naik satu tingkat menjadi seorang redaktur, paling tidak selama tiga tahun. Jika nasib baik berpihak padanya, mungkin saja ketika melamar suatu pekerjaan di suatu media massa baru, ia akan ditawari jabatan sebagai seorang pemimpin redaksi atau wakil pemimpin redaksi.


Dari sekian banyak pilihan profesi, mungkin profesi wartawan dianggap mayoritas orang sebagai profesi yang paling menantang. Anggapan ini didasarkan pada banyaknya tantangan yang harus dihadapi di lapangan ketika melakukan tugas peliputan. Namun pekerjaan ini juga membawa keuntungan-keuntungan lain, seperti dapat bertemu orang-orang penting, mulai dari pejabat Negara, pakar, orang top, sampai artis terkenal. Kemudian lewat profesi ini, seseorang dapat menyalurkan bakat tulis-menulis, lalu bebas berkarya dan berbangga atas karya tulisannya, karena setiap orang pasti akan sangat puas apabila melihat karya tulis / beritanya dimuat di media tempatnya bekerja.


Selain bakat menulis, dibutuhkan minat yang kuat dalam diri agar bisa menjadi energi dan semangat saat menjalankan pekerjaan. Keberanian juga harus ada untuk bisa menjalankan tugas wartawan yang penuh resiko. Tak berbeda dengan pekerjaan lainnya, pekerjaan wartawan memang beresiko. Jika lengah atau teledor dalam menyebut atau menuliskan berita yang dapat membuat “seseorang” tersinggung, wartawan tersebut bisa berurusan dengan pengadilan.


Ada 11 syarat yang diperlukan wartawan sebagai wartawan professional, yaitu memiliki minat dengan profesi wartawan, punya kemahiran menulis, menguasai bahasa Indonesia dan Inggris, memiliki bakat dan kreatif dalam melakukan reportase dan menulis berita, sanggup menemui berbagai individu di berbagai tingkat, sanggup bekerja tanpa memperhitungkan tempat dan waktu, memiliki pengetahuan luas dalam berbagai bidang, rajin mengikuti perkembangan berita di media cetak atau elektronika, menguasai teknik jurnalistik, dan menguasai bidang liputan, serta menaati kode etik jurnalistik. Tugas utama wartawan adalah memberikan kebenaran kepada publik agar mereka dapat menyimpulkan sebuah keadaan berdasarkan isi pemberitaan.


Terdapat 5 ciri khas yang dimiliki oleh seorang wartawan. Pertama, menyukai tantangan. Kedua, berani. Lalu memiliki daya tahan tinggi, memiliki kemampuan menggali sumber informasi, serta memiliki minat dan bakat dalam menulis berita. Bagi sekelompok orang, wartawan dikenal sebagai sosok yang menakutkan. Kelompok orang yang takut pada kehadiran wartawan adalah publik figur, pejabat pemerintahan, atau lembaga perusahaan yang memiliki kasus jelek, sebab jika kasus mereka terendus wartawan, hal itu bisa mencemarkan serta menjatuhkan nama baiknya. Selain itu, wartawan dikenal juga sebagai sosok yang selalu minta amplop pada saat melakukan wawancara dengan narasumber. Anggapan itu adalah mitos yang paling popular di kalangan masyarakat. Wartawan dianggap selalu meminta sejumlah uang pada setiap sumber yang diwawancarainya. Selain itu, profesi wartawan dianggap urakan. Masyarakat menganggap wartawan sebagai sosok yang berpakaian kumal, rambut acak-acakan, walaupun tidak semua seperti itu.


Profesi wartawan memungkinkannya untuk menulis apa saja. Salah satu kelebihan pada wartawan adalah akses untuk menuliskan apapun yang didengar dan dilihatnya serta menyebarkannya kepada masyarakat. Sosok wartawan dianggap manusia sakti. Hal ini dikarenakan wartawan terkesan dipermudah dalam menembus kompleksitas birokrasi. Wartawan begitu mudah mewawancarai narasumber dari kalangan pejabat, menteri, ataupun artis. Sementara masyarakat umum, tidak akan bisa menemui narasumber penting dengan seenaknya. Jam kerja wartawan adalah 24 jam, sebab wartawan bisa ditugaskan kapan saja, tergantung adanya event yang terjadi. Yang pasti, untuk menjadi seorang wartawan sukses, dibutuhkan profesionalisme terhadap bidang pekerjaannya.



TUGAS JURNALISTIK WARTAWAN



Di dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan juga harus trampil mengatasi liputan dengan tema di luar kebiasaannya. Strategi meliput berita yang penting bagi wartawan adalah ketika seorang wartawan melakukan tugas peliputan dan mewawancarai narasumber, ia harus mengetahui terlebih dahulu detail narasumber yang akan diwawancarainya dan membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan. Kemudian, wartawan harus bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana yang bohong menggunakan nalurinya.


Dalam mengumpulkan berita, suatu peristiwa patut diangkat menjadi sebuah berita jika memang memiliki nilai berita, yaitu berita tersebut harus bermakna (significance), kemudian berita-berita yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi kehidupan orang banyak (magnitude). Berita harus baru (timeliness). Suatu kejadian yang berada di dekat pembaca. Kedekatan itu bisa secara geografis atau emosional (proximity). Kemudian suatu berita memiliki sisi manusiawi atau dapat menyentuh perasaan pembaca (prominence / human interest).


Ada dua bentuk laporan dalam kegiatan jurnalistik, yitu laporan yang biasa (Straight News Reporting), serta laporan yang lebih serius atau mendalam (In Depth Reporting). Bentuk penulisan berita bergaya “Straight News” kini mulai surut. Kini wartawan lebih menyukai penulisan berita dengan menggunakan gaya jurnalistik baru (New Journalism) yang menggunakan teknik penulisan feature. Teknik ini dianggap lebih luwes dan bisa disesuaikan dengan berbagia bentuk liputan sesuai ragam jurnalistik baru yang diapakai wartawan. Sedangakn “In Depth Reporting” merupakan laporan yang mendalam tentang suatu obyek yang menyentuh kepentingan khalayak dan layak diketahui umum.


Dalam melakukan wawancara, juga diperlukan suatu dtrategi khusus. Wawancara sebenarnya berupa obrolan biasa, namun mempunyai tema atau topik pembicaraan tertentu. Wawancara sangat penting dalam tugas jurnalistik wartawan karena merupakan sarana atau teknik pengumpulan data dan informasi. Strategi yang perlu dijalankan dalam wawancara adalah sebelum mewawancarai, wartawan harus bisa melakukan pendekatan yang baik saat melakukan lobi demi memperoleh waktu wawancara, dan kejelasan substansi yang akan dibicarakan. Wartawan harus bersifat obyektif. Ia juga dituntut untuk bisa mendalami permasalahan yang ingin ia ketahui, mempelajari latar belakang tokoh yang akan diwawancarai, serta melemparkan pertanyaan yang tajam dalam melumpuhkan narasumbernya.


Dalam menulis berita, tidak ada teori atau teknik khusus yang bisa membuat seseorang mahir dalam menulis. Ibarat perenang andal, ia menjadi mahir karena latihan dan kebiasaan. Jadi, kemahiran menulis itu juga bisa anda miliki apabila rajin membaca.



JURNALISME BARU DALAM PEMBERITAAN



Sebuah berita dikatakan memiliki daya tarik apabila mampu ‘menyihir’ pembaca dan menimbulkan sensasi pemberitaan yang luar biasa di kalangan publik. Mengungkap sebuah peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat, misalnya kasus pembunuhan sadis, pemerkosaan, korban kekerasan, penyalahgunaan narkotika, atau korban HIV sungguh tidak mudah. Dibutuhkan rasa empati dan iba dalam diri wartawan atas penderitaan yang terjadi pada narasumbernya. Dengan demikian, narasumber tidak membuat jarak dan berani mengungkapkan penderitaannya kepada wartawan tanpa takut-takut.


Ada sejarah perkembangan jurnalistik baru. Di Amerika Serikat, jurnalistik baru lahir dan tumbuh sepanjang tahun 1960-an. Jurnalistik baru muncul karena kebosanan terhadap standar baku dalam melakukan tugas peliputan dan penulisan berita. Kebosanan itu juga melanda terkait tata kerja jurnalisme lama yang dianggap kaku dan membatasi ruang gerak wartawan, teknik penulisan, dan laporan berita.


Pada era jurnalistik lama, cara kerja wartawan hanya terfokus pada kegiatan reportase berupa pencatatan peristiwa berdasarkan fakta dan memuat pemberitaannya di media massa. Akhirnya muncul para perintis yang mulai mendobrak aturan dan kaidah jurnalisme lama. Mereka melakukan inovasi dalam bentuk tulisan, penyajian, serta teknik liputan. Kehadiran jurnalistik baru ini telah memberi keragaman bentuk penulisan bagi para pekerja jurnalis. Mengikuti arus perkembangan kehidupan, wartawan kini mulai membuka diri terhadap wacana teknik jurnalisme baru yang tidak lagi membatasi ruang gerak mereka dalam batas deadline dan teknik penulisan straight news, yang dianggap kuno.





Ada 8 teknik jurnalisme baru. Yang pertama adalah Jurnalisme Empati. Untuk melakukan jurnalisme empati ini, wartawan harus bisa membangun empati dengan narasumbernya sehingga menghilangkan jarak antara wartawan dan narasumber. Yang kedua adalah Jurnalistik Kekerasan / Perang. Jurnalistik ini memiliki karakteristik hanya memberitakan pertikaian di tengah masyarakat, dan lebih berorientasi pada peristiwa kekerasannya. Ketiga adalah jurnalisme Damai. Jurnalisme damai merupakan jurnalisme modern yang berpegang pada asas imparsialitas dan faktualitas, kebalikan dari jurnalisme perang. Jurnalisme damai mencoba memetakan konflik prakekerasan dengan mengidentifikasi berbagai penyebab untuk mencari jalan damai. Keempat adalah Jurnalisme Omongan. Wartawan Indonesia sudah puluhan tahun terbiasa melakukan liputan berita dengan menggunakan teknik jurnalisme omongan. Kebiasaan mengutip ucapan tokoh politik lebih sering digunakan oleh wartawan kita. Kelima merupakan Jurnalisme Advokasi, merupakan kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan dengan cara menyuntikkan opini ke dalam berita. Keenam adalah jurnalistik Alternatif. Kegiatan Jurnalistik ini biasanya dilakukan untuk penulisan berita yang menyangkut publikasi internal, misalnya memunculakn tulisan-tulisan yang lebih khusus dengan menampilkan hasil liputan untuk mengkritik pemberitaan tertentu yang lebih personal. Ketujuh adalah Jurnalisme Presisi, merupakan kegiatan jurnalistik yang menekankan pada ketepatan informasi dengan menggunakan pelaporan ilmiah dengan tujuan agar hasil laporan lebih representative. Terakhir, yang ke-8 dari teknik jurnalisme baru adalah Jurnalisme Sastra. Teknik jurnalisme sastra ini berkembang pertama kali di Amerika Serikat yang dipelopori oleh Tom Wolfe di tahun 1970-an. Jurnalistik sastra telah membantu pers media cetak bersaing dengan media televisi. Kini wartawan dapat menggunakan jurnalistik sastra dengan menggunakan gaya penulisan tutur untuk reportase human interest.



MEDIA MASSA PEMBINGKAI BERITA



Wartawan memiliki kekuatan dalam mengungkapkan peristiwa melalui media massa sebagai wadah pembingkaian (framing) berita.


Menurut Bill Kovach, sebagai ketua lembaga kewartawanan yang peduli kepada publik di AS, setidaknya terdapat 9 elemen dalam media massa, yaitu:


  1. Media harus mengungkapkan kebenaran dalam pemberitaannya.
  2. Media harus loyal kepada masyarakat.
  3. Media harus menjunjung disiplin verifikasi.
  4. Meda harus bisa menjaga independensi terhadap sumber berita.
  5. Media harus bisa menjadi pemantau kekuasaan pemerintah.
  6. Media harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga
  7. Media harus berupaya membuat hal yang penting, menarik, dan relevan.
  8. Media harus menjaga agar berita tetap komprehensif dan proposional.
  9. Menulis berita berdasarkan hati nurani.


Ada beberapa kewajiban media massa. Yang pertama yaitu menyampaikan informasi. Media massa wajib menyampaikannya secara jujur dan benar sesuai fakta peristiwa kepada masyarakat. Namun pelaksanaannya tidak semudah itu. Masih banyak media massa yang menyimpang dalam menyebarkan informasi pemberitaannya kepada masyarakat.


Dalam pengungkapan suatu peristiwa, media massa dan wartawan memiliki tanggung jawab moral terhadap kebenaran informasi. Oleh karena itu, dalam pengungkapan suatu peristiwa, hendaknya menggunakan lebih dari satu sumber, sehingga memudahkan pembaca menemukan kebenaran. Media massa harus bisa menjadi mata dan hati bagi publik, bukan mata dan hati pasar. Jika sudah menempatkan dirinya pada kepentingan pasar, media tersebut secara otomatis akan mengusung asas bad news is a good news, bad picture is a good picture. Media massa juga merupakan bagian dari publik, jadi media massa juga berhak mempunyai hak untuk mengetahui kinerja pelayanan publik. Media massa perlu memuat berita berimbang, tidak bias gender dan bisa memberi empati, khususnya kepada kaum wanita dan anak-anak. Wanita kerap dijadikan bahan berita bagi media. Namun dalam pemberitaan, jangan terjebak memublikasikan wanita hanya karena permintaan pasar.


Media massa perlu menjalankan fungsi sosial. Menurut Harold D. Lasswell dan Charles Wright, media massa memiliki fungsi sosial, yaitu sebagai pengamat sosial, dimana media massa hendaknya menyebarkan informasi dengan tujuan melakukan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian media massa berfungsi sebagai korelasi sosial, yaitu hendaknya memberikan informasi yang menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok lainnya dengan tujuan mencapai konsensus. Lalu media massa hendaknya mewariskan nilai-nilai yang baik serta bertugas untuk memberikan hiburan yang sehat dan kesenangan kepada masyarakat.


Media massa juga harus menjadi peredam konflik. Wartawan harus bisa membangun hubungan yang harmonis dengan pihak bertikai, sehingga media bisa menjadi pihak ketiga di dalam penyelesaian konflik. Selain itu semua, media massa juga berperan sebagai mediator publik, media komunikasi, juga alat propaganda (Sebagai sarana kampanye yang efektif kepada masyarakat).


Media massa juga harus jeli menampilkan pemberitaan yang dapat memikat pembaca. Misalnya berita tentang kasus bencana alam dan tsunami, atau peledakan bom, akan menjadi berita headline di hampir semua media massa. Media harus membimbing pembaca lebih cerdas. Media sebagai responsibility, atau membuat masyarakat merasa bertanggung jawab dan mau menolong korban bencana di tempat lain secara sukarela. Lalu media sebagai akuntabilitas, atau panampung sumbangan masyarakat jika ingin menolong korban-korban bencana.


Sayanganya dalam pelaksanaan kewajiban-kewajibannya, media massa juga kerap melakukan penyimpangan di dalam pelaksanaan peliputannya, seperti memelintir bahasa sehingga kebenaran berita tak bisa dipertanggungjawabkan, kemudian mencampuradukkan antara realita dan kepalsuan, memunculkan headline dan judul berita yang berbeda dengan isi berita sehingga tidak sesuai dengan kenyataan, melakukan dramatisasi fakta, mengutip kata-kata dari sumber yang kontroversial sehingga bisa menimbulkan konflik terbuka, memunculkan efek dari kata-kaa bermakna ganda yang bisa membingungkan pembaca, tidak obyektif dalam pemberitaan, terlalu menghamba selera pasar padahal kemerdekaan sesungguhnya ada di tangan mereka, dan masih banyak pelanggaran-pelanggaran lainnya yang kerap kali dilakukan oleh wartawan dalam penulisan berita.



BAHASA JURNALISTIK DALAM BERITA



Menurut Atmakusumah Asraatmadja, Media massa berperan dalam pengembangan Bahasa Indonesia Jurnalistik di dalam pemberitaan. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers di dalam penulisan berita di media massa. Bahasa jurnalistik kerap disebut bahasa pers. Wartawan biasanya memiliki gaya tersendiri dalam penyampaian berita yang mereka tulis.


Bahasa jurnalistik harus mudah dipahami oleh setiap orang, bahkan harus bisa dipahami oleh tingkat masyarakat berintelektual rendah. Ciri-ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik adalah singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, dan jelas. Penggunaan kata-kata yang pas, penggunaan kalimat efektif, serta penggunaan alinea atau paragraf yang kompak juga perlu dalam bahasa jurnalistik.


Berdasarkan aspek kebahasaan, wartawan kerap melakukan kesalahan dalam penulisan berita. Hal ini disebabkan oleh minimnya penguasaan kosakata, sehingga wartawan menulis berita tanpa memperhatikan gramatikal bahasa yang benar. Kesalahan ini juga bisa disebabkan oleh tak adanya redaktur bahasa dalam surat kabar sehingga banyak naskah yang tidak dikoreksi sebelum diterbitkan.


Menurut Stanley, pendiri Aliansi Jurnalis Independen, terdapat beberapa kesalahan bahasa jurnalistik dalam pemberitaan, antara lain kesalahan morfologis, contohnya “Pesawat Garuda terjatuh tepat Bawah Sungai Kota Jember”. Lalu kesalahan sintaksis, yaitu kesalahan pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang kurang benar yang mengacaukan maknanya, contohnya “Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya ke AS”. Lalu kesalahan kosakata. Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan, contohnya “Penculikan Mahasiswa oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI”, dimana kata ‘pil pahit’ seharusnya diganti ‘kejahatan’. Lalu kesalahan eja, seperti kata jumat sering ditulis jum’at, atau jadwal ditulis jadual. Terakhir kesalahan pemenggalan, maksudnya kesalahan pada pemenggalan kata yang terkesan asal-asalan.



KAJIAN ANALISA BERITA



Dalam pemberitaan Jurnalisme Empati, wartawan harus menumbuhkan rasa empati dirinya terhadap narasumber. Hal ini penting bagi wartawan agar bisa menyelami keadaan narasumber dan tidak membuat narasumber takut atau enggan mengungkapkan keadaan dirinya. Misalnya peliputan pada kasus korban AIDS, untuk mengorek informasi tentang korban, wartawan harus memberkali dirinya dengan informasi penyakit tersebut sehingga mempermudah upaya pengumpulan data. Oleh karena itu, peranan media massa sangat penting bagi pencegahan korban penyakit AIDS.


Sedangkan dalam Jurnalisme Kekerasan, dibutuhkan persiapan mental yang tangguh dan kemampuan wartawan dalam menguasai penggalian informasi narasumber. Wartawan yang melakukan tugas peliputan di daerah konflik dituntut untuk bisa membangun relasi dengan piha-pihak yang bertikai. Yang perlu diingat dalam melakukan tugas liputan jurnalisme kekerasan, wartawan harus bersikap netral, harus dekat, namun tetap menjaga jarak dengan kelompok yang tengah bertikai.


Dalam pemberitaan Jurnalisme Damai, wartawan yang melakukan kegiatan peliputan berita jangan sampai terjebak pada pemberitaan yang menampilkan daftar angka kekerasan sebagai “menu berita utama” bagi pemberitaan media massanya.


Pada pemberitaan Jurnalisme Omongan, wartawan kadang memanfaatkan informasi dari mulut ke mulut di zaman kekuasaan Soeharto. Wartawan kerap menggunakan pendapat ahli yang dianggap kompeten terhadap isi pemberitaan untuk memperkuat pendapatnya sendiri.


Pada pemberitaan Jurnalisme Advokasi, wartawan berusaha menyuntikkan opininya ke dalam berita yang ia tulis. Jurnalisme advokasi memercayai objektivitas fakta berita yang diolahnya. Misalnya pemberitaan di masa Orde Baru banyak memuat berita yang menyoroti cacat pemerintahan Soeharto yang ditulis dalam bentuk jurnalisme advokasi. Pemberitaan itu juga melontarkan caci-maki terhadap pemerintahan Orde Baru untuk menciptakan isu dan memancing opini masyarakat.


Penyajian dan pemberitaan pers alternatif tampil lugas. Pada pemberitaan Jurnalisme Alternatif, isi pemberitaan pers lebih kritis dan tidak memuat pernyataan pejabat Negara sebagai sumber berita. Isi tulisan pers alternative membela demokraisasi rakyat. Contohnya peranan media massa yang berhasil membentuk opini rakyat terhadap kejatuhan pemerintahan Soeharto yang terjadi di tahun 1998.


Pemberitaan Jurnalisme Presisi lebih difokuskan pada pencarian data dan ketepatan informasi yang empirik. Hasil harus memiliki kredibilitas akademis sehingga mampu membuat tulisan bergaya ilmiah yang mudah diterima oleh pembaca. Contohnya peristiwa angka kecelakaan di Jakarta ditulis dalam bentuk grafik dan tabel sebagai alat untuk mentransfer fakta ke dalam angka kuantitatif.


Pada pemberitaan Jurnalisme Sastra, lebih ditekankan pada pemakaian gaya fiksi untuk mengemas laporan jurnalistik dengan memunculkan fenomena baru dalam hal fakta. Laporan fakta ditulis dengan teknik bercerita sebagaimana halnya fiksi, dengan mengungkap adegan demi adegan, suasana demi Susana. Wartawan menyajikan scene peristiwa demi peristiwa berita dalam urutan yang membuat pembaca seolah-olah berada di lokasi kejadian. Namun penggerak jurnalisme sastra di Indonesia masih sedikit.



Lewat buku Ragam Jurnalistik baru dalam Pemberitaan kaya Eni Setiati ini, pembaca yang berminat terhadap profesi sebagai wartawan dapat menemukan banyak fakta menarik dari profesi ini. Buku ini juga menyajikan referensi yang tepat, bervariasi, dan berguna bagi anda yang berminat menekuni profesi wartawan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.


.

September 22, 2009

Don't Get Mad

.
.


Marah... Marah... Maraaaaaaah terus!!! Kenapa sih di dunia ini banyak orang bertemperamen tinggi?? Emang ga bisa menyelesaikan masalah dengan kepala dingin??

Belum lama ni, aku dan temen-temenku jalan-jalan di salah satu mall di Surabaya. Di sana, kita datang ke toko buku, dan melihat-lihat salah satu rak.

Wow... Disana begitu banyak buku yang memiliki tema Depresi atau kemarahan... What's wrong with this world?? 20 tahun yang lalu, tentunya buku-buku dengan tema seperti ini, tidak terlalu banyak beredar...




Pernah nih, suatu kali ada kejadian orang marah, tapi perihalnya benar-benar ga pantes untuk djadiin alesan marah! Sebenernya pantes ga sih orang itu marah kalau dia diikutin di WC... Kan tuh yang diikutin juga ga tau kalo dia itu diikutin ato gak...

Dunia ini memang dah dipenuhi dengan ke-BT-an, Moody, dan ke-GJ-an yang ga pernah berakhir...

Temen-temenku di kampus juga banyak banget yang suka marah...

Dikit-dikit marah... Dikit-dikit marah... Kita-pun jadinya ikut sebel...
Padahal kalo masalah bisa diselesaiin dengan senyuman dan sikap yang tenang, kan dunia ini bakal jadi dunia yang lebih baik??




Guys, Blog ini memang terkesan pendek banget dan gak penting, But I wanna tell you something important:

DON'T GET MAD FOR ANYTHING!! Try to be calm and finished everything just through God...^^

September 21, 2009

Kecewa Menikmati DAUN L*D*...

.
Huh... Kalo udah mau lebaran, semua pada mudik, emang paling susah cari restoran buka...

Ceritanya dimulai hari minggu, tanggal 20 September, jam 07:30... Perut laper, aku en my family keliling-keliling mau cari makan, ya ampun... Semua pada mudik, semua pada tutup...

Akhirnya for the first time, aku mencoba merasakan nikmatnya DAUN L*D* (Sensor diperlukan agar tidak ada yang tersinggung)

Kita sampe di sana jam 07:30 itu. Resto itu bener-bener padet pengunjung, kayaknya sih gara2 ga ada yang buka...

Akhirnya kita duduk and ready to order...

Belum pesen, langsung aja tuh waiter bilang, "Ikan ini, ini, ini, dan ini udah ga ada..."

Oke lah... Elu lagi rame pengunjung, kita coba ikan yang laen...

"Maaf, untuk masakan itu cuma bisa pake ikan ini, jadi ga bisa soalnya ikannya ga ada..."

Huh...

Pesen minum: "Ini ga ada, ini ga ada, abis, es jeruk nipis ga ada, adanya es jeruk biasa... dsb... dsb..."

Oke, kita akhirnya pesen 1 Sprite en 4 es teh manis..

Akhirnya pemesanan-pun berakhir.. We just wait for our food, but not too long...

"Maaf, pesanan yang ini ga bisa, karena ikannya yang ini baru habis..."

GRRRR....!!! >.<

Oke, kita ganti deh, ikan ini diganti ini, kalo dimasak ini bisa ga?? Dll... Dll... (Pokok jadinya kita mikir...)

Waiter: "Mau coba bandeng tanpa duri, itu enak ga ada durinya.."

OKE! That's sounds good...

We wait again... Not too long *again*

Maaf, bandengnya baru habis... Hehehe... Maaf ya...

Hhhhhh... Mulai aneh nih resto...

"Umm, untuk ikan ini abis, bisa mau coba pesen ikan kakaktua ato ikan kepempek?" ---> Lupa namanya ikan apa...

"Enak yang mana mbak?"

"Enak ikan kakaktua, soalnya durinya lebih dikit.."

"Oke, mbak. Kalo gitu ikan kakaktua deh..."

Akhirnya setelah penantian cukup lama, our food has arrived... and...




we get a very small-size chicken.. The taste is so ordinary, but for 12.000 rupiahs, I think it's not worth it.. It's SMALL... Really...

And then our beverages arrives, and...

This is a bad sweet-ice-tea...
Warnanya sih boleh coklat, tapi rasanya hambar, gulanya dikit banget, sama sekali ga dingin en menyegarkan, dan sama sekali ga ada bau tehnya...Kayak air gula yang gulanya kurang banyak...




"Mbak, mbak... Nih tehnya kok ga ada aroma tehnya SAMA SEKALI, ya mbak??"

Si mbak: "Ooh... Eh... sebentar yah..."

Lalu si waiter pergi dan tak pernah kembali, seakan tidak ada suatu hal-pun yang terjadi... Oke... Kami diem aja, cuma minta tambah gula aja and no protest...

Keluar deh "jangan asem", or... like my mom said, "jangan asin".
Sama sekali gak asem, dan rasanya asin doang... Jangan asem yang antik.. Bener2 di luar ekspektasi deh rasanya... >.<




Keluar petai goreng, OMG... Kita semua langsung lirik2an... Dengan harga 6.000 rupiah, ini sama sekali ga kebayang...




Ikan-ikan-pun keluar, dan rasanya ada yang oke, ada yang aneh...

Yang oke itu ikan saus Singapore, yang asem manis dan emang enak...

Tapi satu, yang harusnya ikan kakaktua, tiba-tiba yang keluar ikan lain yang ukurannya kecil dan durinya banyak...

"Loh.. Ini ikan apa mas?"

"kepempek.." ---> Lupa namanya yang bener..

"Lo, tadi ga pesen ini, pesennya kakaktua... Itu tadi mbaknya.."

Si mbak dipanggil dan berlagak bodoh.. "Loh, tadi kan katanya kepempek.."

"Lo, mbaknya sendiri kan yang tadi bilang enakan kakaktua... Kita kan akhirnya mesen ikan kakaktua. Mbak yang nyaranin loh..."

Si mbak mulai canggung dan tampak gugup, "Sebentar yah..."

Mood udah ga enak, ga mau bikin ribut, apalagi liat tuh mbak kayaknya lagi dimarah2i si manajer, kitapun berlapang dada dan teriak tanpa suara ke si mbak, "Udah mbak.. Nggak usah... Nggak usah..."

Si mbak: "Makasih ya... Maaf..."

Dan yang bikin sebel, ikan kepempeknya udah nggak fresh! Agak bau malah...


Kecewa....!!!

September 19, 2009

SHATTERED GLASS: Melalui Perspektif Jurnalistik



Shattered Glass adalah sebuah film yang bercerita mengenai seorang jurnalis muda yang bekerja di suatu majalah terkemuka di New York, New Republic. New Republic sangat terkenal, sejak pertama kali berdiri tahun 1914, New Republic telah menjalankan fungsi jurnalistiknya dengan baik. Film ini menceritakan keadaan New Republic di tahun 1998. Pada saat itu, New Republic memiliki 15 jurnalis dan seorang editor yang sangat baik dan bertanggung jawab bernama Michael Kelly.


Tokoh utama film ini adalah Stephen Glass yang diperankan dengan apik oleh Hayden Christensen. Lewat perannya ini, ia menjalankan peran sebagai seorang jurnalistik cerdas, yang baru bekerja untuk New Republic. Awalnya ia terlihat menjalankan pekerjaan dengan baik, namun konflik dimulai sejak editornya, Michael Kelly diganti dengan jurnalis lain yang dianggap kurang kompeten, Chuck Lane.


Menjadi wartawan di new Republic sangatlah sibuk, gajinya kecil, jadwal ketat, namun Stephen Glass sangat menikmatinya karena ia senang jika membayangkan tulisannya akan dibaca oleh orang-orang terkenal, contohnya Presiden. Kesenangan Stephen Glass ini tidak dijalankan secara seimbang. Ia asal menulis, demi popularitas, terkadang ia mengarang suatu kejadian, bahkan beberapa berita yang ia tulis merupakan satu kebohongan. Pada akhir film, akhirnya terkuak bahwa selama ini Stephen Glass adalah seorang jurnalis yang tidak menulis berdasarkan kebenaran.


Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata dari Stephen Glass. Kini ia menjadi seorang novelis, dan salah satu buku karangannya adalah The Fabulist, yang menceritakan pengalamannya sendiri sebagai seorang jurnalis yang menulis suatu kebohongan demi popularitas. Lewat pengalaman nyata inilah kita dapat memetik pelajaran, bahwa seorang jurnalis harus menyampaikan kebenaran, dan agar pembaca dapat tahu bahwa berita yang ditulis itu adalah suatu kenyataan, paling bagus adalah mencantumkan foto agar pembaca dapat melihat kejadian sebenarnya.




ANALISA FILM SHATTERED GLASS

DIKAITKAN DENGAN KODE ETIK WARTAWAN INDONESIA


Dalam buku Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan oleh Eni Setiati, dijelaskan mengenai tujuh butir Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) secara jelas. Berikut analisisnya dikaitkan dengan film Shattered Glass:


1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar:


Masyarakat perlu diberi informasi yang sifatnya faktual dan jelas sumbernya. Stephen Glass dalam film ini telah melanggar KEWI pertama ini. Ia tidak menjelaskan fakta, ia memberikan berita yang tidak jelas sumbernya, dan belum jelas kebenarannya.


2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi:


Stephen Glass memperoleh informasinya tidak berdasarkan tata cara yang etis, karena beberapa beritanya merupakan berita yang ia karang sendiri, bahkan beberapa sumber beritanya juga merupakan sumber berita karangannya sendiri.


3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat:


Wartawan sebaiknya, dalam melaporkan dan menyiarkan informasi perlu meneliti kembali kebenaran informasi. Stephen Glass tidak meneliti kembali informasi yang ia peroleh. Beberapa informasi yang ia dengar dari mulut ke mulut bisa ia kembangkan sendiri menjadi suatu berita yang sifatnya palsu, karena tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.


4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila:


Dalam film Shattered Glass, wartawan-wartawan new Republic telah berusaha menjalankan fungsi ini sebaik mungkin. Sayangnya Stephen Glass sebagai wartawan telah melanggarnya. Ia telah menyiarkan informasi yang bersifat dusta.


5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi:


Wartawan Indonesia selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun dari sumber berita, yang berkaitan dengan tugas-tugaskewartawanannya, dan tidak menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Stephen Glass sebagai jurnalis New Republic bersikap tidak loyal terhadap New Republic. Ia memanfaatkan popularitasnya demi kepentingannya sendiri, yaitu makin meningkatkan popularitasnya dengan menjual artikel kepada majalah-majalah lain. Bahkan Stephen Glass mengaku pernah menjual artikel yang sifatnya bohong kepada majalah Rolling Stones.


6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan:


Wartawan Indonesia melindungi narasumber yang tidak bersedia disebut nama dan identitasnya. Berdasarkan kesepakatan, kalau narasumber meminta informasi yang diberikan untuk ditunda pemuatannya, harus dihargai. Dalam film Shattered Glass, tidak diceritakan mengenai hal ini. Stephen Glass tidak diperlihatkan dalam posisi sebagai wartawan yang diminta menunda suatu berita.


7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab:


Stephen Glass sangat melanggar KEWI terakhir ini. Bagaimana mungkin Stephen Glass mencabut dan meralat kekeliruan dalam beritanya jika ia dengan sengaja memasukkan berita yang sifatnya palsu ke dalam majalah New Republic? Bahkan ketika majalah Forbes sebagai publik bertanya mengenai keakuratan berita “Hack Heaven” yang dibuat Stephen Glass, Stephen melayani hak jawab tersebut dengan jawaban-jawaban palsu, yang ia karang sendiri, akibatnya Stephen Glass terpaksa berbohong semakin banyak demi menutupi kebohongan-kebohongan sebelumnya.




ANALISA 9 ELEMEN JURNALISME

DIKAITKAN DENGAN FILM SHATTERED GLASS



1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran:


Stephen Glass sebagai tokoh utama film Shattered Glass telah melanggar prinsip utama dari elemen jurnalisme. Berita yang ia sampaikan pada masyarakat tidak didasarkan pada kebenaran. Tiap berita yang ia angkat selelu memiliki suatu kebohongan, bahkan ada berita yang keseluruhan isinya merupakan karangannya sendiri.


2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat:


Isi berita yang benar tidak boleh memihak pada suatu organisasi, jadi media harus dapat mengatakan dan menjamin kepada audiences-nya bahwa liputan itu tidak diarahkan demi kawan dan pemasang iklan. Media wajib memelihara kesetiaan kepada warga masyarakat dan kepentingan publik yang lebih luas di atas yang lainnya. Stephen Glass banyak mengarang informasi yang ia masukkan pada beritanya, dan ini merupakan bukti bahwa ia sebagai jurnalis New Republic tidak mengutamakan kepentingan masyarakat, ia lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri, asal membuat suatu berita yang menarik demi mengangkat popularitasnya.


3. Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi:


Dalam mencari informasi, seorang wartawan harus bekerja secara profesional, memakai metode disiplin profesional untuk memverifikasikan informasi. Jadi wartawan perlu mencari berbagai saksi, menyingkap sebanyak mungkin sumber, atau bertanya pada berbagai pihak untuk komentar, demi mengisyaratkan adanya standar yang profesional. Dalam film Shattered Glass, Stephen Glass telah membuat banyak berita yang ditulis tidak berdasarkan sumber manapun. Ia tidak bekerja dengan professional, hanya memanfaatkan pikiran dan intuisinya saja. Stephen Glass merasa pikirannya sudah cukup cerdas untuk membuat suatu berita yang menarik, menghibur, dan layak dibaca masyarakat tanpa peduli pada kenyataan yang sebenarnya. Ia tidak mencari saksi, tidak menyingkap berbagai sumber, dan bekerja sendiri tanpa bertanya pada berbagai pihak untuk komentar.


4. Para wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput:


Kebebasan adalah syarat dasar dari jurnalisme. Ia menjadi sebuah landasan dari kepercayaan. Namun apabila kebebasan tersebut tidak dijalankan dengan seimbang bersama kejujuran, maka kepercayaan itu tidak akan muncul. Stephen Glass sangat memegang prinsip kebebasan ini, namun bukan kebebasan dari sumber yang ia liput. Bahkan dalam beberapa beritanya, ia tidak memiliki sumber sama sekali. Stephen Glass membuat beritanya dari campuran informasi-informasi sepenggal yang ia peroleh dari mulut ke mulut dan kemampuannya untuk berimajinasi. Ia begitu lihai dalam mengarang cerita, ia membuat berita demi popularitas, demi rasa puas apabila pembaca menikmati tulisannya. Akhirnya prinsip kebebasan ini diartikan berbeda oleh Stephen Glass. Ia benar-benar bebas dalam menuliskan informasi untuk New Republic. Ia merasa berhak untuk bebas bereksperimen, mencampuradukkan fakta dengan dunia khayalannya, ia merasa memiliki kebebasan total sebagai seorang wartawan terhadap sumbernya, entah sumber itu benar-benar ada atau hanya majinasi.


5. Wartawan harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan:


Wartawan bertugas sebagai orang yang memantau keadaan sekitarnya, baik dari segi sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Tugas mulia ini tidak boleh dibatasi oleh kekuasaan. Misalnya wartawan suatu majalah mengekspos kasus kejahatan Pesiden yang pada kenyataannya benar-benar terjadi, maka kekuasan Presiden tersebut tidak boleh ia manfaatkan untuk menghancurkan organisasi majalah tersebut, karena memang tugas wartawan adalah sebagai pemantau yang bebas.


Stephen Glass dalam film ini telah menjalankan tugasnya sebagai pemantau yang bebas, bahkan mungkin terlalu bebas. Ia memantau sekitarnya tanpa melihat batas kebebasan, ia telah melanggarnya. Stephen Glass menuliskan apapun yang tidak ada pada kenyataan, mengarang keseluruhan berita agar tidak ada pihak yang protes. Untuk apa protes kalau berita yang ditulis tidak berhubungan dengan seseorang yang benar-benar nyata? Tidak ada yang menjadi korban dari tulisan Stephen, tidak ada yang dirusak nama baiknya, sebab orang yang Stephen tulis tidak benar-benar ada. Akibatnya tugas Stephen sebagai wartawan yang seharusnya memantau dengan bebas tidak berhasil ia jalankan, sebab ia hanya memantau sesuatu yang tidak pernah ada.


6. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik:


Oranisasi New Republic telah menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik. Dalam hal ini, Majalah Forbes yang mempertanyakan tentang kebenaran informasi “Hack Heaven” yang ditulis oleh Stephen Glass adalah termasuk publik. Dalam menanggapi pertanyaan dari pihak Forbes, Chuck Lane sebagai editor New Republic telah merespon dengan sangat baik dan penuh tanggung jawab. Pada akhir film, saat Chuck Lane benar-benar menyadari kesalahan jurnalisnya, ia tidak berusaha menutup-nutupi atau menambah kebohongan pada Forbes, ia dengan berani memecat wartawannya itu, walau dengan resiko, wartawan-wartawan lain yang menyukai Stephen Glass akan marah dan mengundurkan diri.


Disini kita bisa melihat, bahwa forum untuk kritik dan komentar publik sangatlah bermanfaat demi mengungkap suatu kebenaran. Film Shattered Glass ini telah menunjukkan bagaimana forum ini sangat berguna, sehingga pada akhirnya New Republic harus mengakui, bahwa Forbes benar dan teliti, dan New Republic telah melakukan kesalahan besar karena selama ini telah mengeluarkan berita-berita yang tidak benar melalui kesalahan wartawannya, Stephen Glass.


7. Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan:


Demi menjaga loyalitas pembaca pada media yang mereka baca, suatu media harus bisa membuat informasi yang penting menjadi menarik untuk dibaca, dengan tujuan mencerahkan para pembacanya. Jika suatu informasi yang penting ditulis tanpa ada hal yang menarik di dalamnya, otomatis informasi tersebut tidak akan diterima dengan baik oleh pembacanya.


Sephen Glass sangat lihai dalam membuat suatu berita menjadi menarik dan relevan, namun sayangnya, berita-berita yang ia buat menarik itu bukanlah berita-berita yang penting. Dan yang lebih riskan, beberapa di antara berita-berita tersebut adalah suatu karangan / miss representasi. Akibatnya berita itu hanya dibaca, menarik hati si pembaca, namun pada akhirnya berita itu tidak akan mencerahkan pikiran pembaca sama sekali, sebab berita itu tidaklah nyata.


8. Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan komprehensif:


Prinsip di sini adalah “jurnalisme adalah suatu bentuk dari kartografi”. Ia menciptakan sebuah peta bagi warga masyarakat guna menentukan arah kehidupan. Apabila berita itu tidak proporsional, hal-hal yang penting dihilangkan, demi sensasi menggelembungkan suatu peristiwa, mengabaikan sisi-sisi lain, stereotip atau bersikap negatif secara tidak imbang, akan membuat peta menjadi kurang dapat diandalkan.


Dalam film Shattered Glass, Stephen Glass sebagai seorang wartawan telah mengacaukan peta tersebut. Hal-hal yang penting sangat ia minimalkan, kemudian ia menggelembungkan informasi-informasi yang belum jelas kebenarannya demi sensasi. Contohnya dalam kasus “Hack Heaven”, Stephen hanya mendengar sekilas saja mengenai kasus tersebut, bisa saja itu hanya bualan seseorang. Namun karena ia meganggapnya menarik dan dapat memunculkan sensasi, Stephen dengan cepat mengembangkan khayalannya tentang informasi itu, kemudian menuliskannya untuk majalah New republic. Akibatnya, pembaca dapat disesatkan pikirannya, peta informasi yang mereka peroleh sangat salah, sangat tidak seimbang, dan sangat tidak nyata.


9. Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya:


Setiap wartawan harus memiliki rasa etik dan tanggung jawab. Apabila seorang wartawan tahu ada suatu informasi yang tidak beres, ia harus berani menyuarakan perbedaan pendapat dengan rekan-rekannya.


Di dalam film Shattered Glass, ada banyak wartawan yang tidak berani menyuarakan suara hatinya. Di akhir film, Caitlin Avey yang protes kepada Chuck Lane karena telah memecat Stephen Glass, sebenarnya telah mengetahui kalau selama ini berita-berita yang ditulis Stephen Glass adalah suatu kebohongan. Namun karena ia berteman dekat dengan Stephen Glass, ia tidak berani mengoreksi Stephen. Ia terus membenarkan berita-berita Stephen dan membiarkannya dimuat di majalah New Republic. Namun pada akhirnya ia menghormati keputusan Chuck Lane sebagai editor, dan menerima pemecatan Stephen Glass dengan sportif.





I found this articles will useful for some of you

that start learning about Journalistic..^^