Powered By Blogger

August 27, 2010

Resep Wafel Belgia

.

Wafel Belgia adalah wafel yang terenak di dunia! Walau hampir mirip dengan wafel biasa, namun wafel ini lebih crispy dan lezat karena adanya ragi (yeast). Berikut ada resep untuk membuatnya, kalian mesti coba!


Untuk resep wafel Belgia yang dasar, kita akan memerlukan:


3 ¼ cangkir (500 gram) tepung terigu

1 sachet (7 gram) ragi kering / fermipan

4 telur

Susu sapi murni (Bisa dicamput air mineral supaya tekstur wafel lebih lembut)

250 gram mentega

Gula vanilla

Garam

Minyak



Bahan sudah lengkap? Bagus! Sekarang kita akan mulai membuat wafel Belgia dalam 9 langkah mudah!


1. Ambil secangkir susu dan panaskan hingga suam-suam kuku, lalu campur dengan ragi / fermipan. Sekarang kita bisa meninggalkan susu campur ragi itu untuk sementara.


2. Panaskan mentega, tapi segera hentikan begitu mentega sudah cair, jangan panaskan sampai berlebih (atau bahkan menggosongkannya!), karena rasanya akan menghilang.


3. Pisahkan kuning telur dengan putih telur. Kocok putih telur hingga menjadi busa / salju.


4. Sekaang ambil baskom yang SANGAT BESAR, masukkan semua tepung, gula vanilla (1 sachet) dan sedikit garam. Buat lubang di tengah-tengah adonan tepung dan isi lubang itu dengan mentega cair, susu yang sudah dicampur ragi, dan kuning telur.


5. Campur semuanya sambil dengan pelan-pelan ditambahi susu (dapat dicampur dengan air kalau mau). Semuanya harus dicampur dengan merata sampai tidak ada sedikitpun gumpalan. Mungkin kau bertanya, seberapa keras adonannya? Seberapa banyak susu? Adonannya harus keras, pikirkan pancake, dan adonannya harus jadi lebih keras dari itu.


6. OK, sekarang dengan pelan-pelan, campur busa dari putih telur ke dalam adonan… dan… STOP! Cukup mencampurnya.


7. Mungkin sekarang kalian sudah kelaparan, namun bagian tersulit dari resep ini baru akan dimulai – tinggalkan adonannya dalam suhu ruangan dalam jangka waktu yang lama. Seberapa lama? Hingga volume adonan berkembang menjadi dua kali lipat atau bahkan tiga kali lipat! Aku sudah mengingatkanmu untuk memakai baskom yang SANGAT BESAR. Kalo kamu sedang terburu-buru, ya tunggulah sampai 1 jam. Tapi jika kamu bisa, buat adonan wafel di malam hari dan tinggalkan adonannya semalam penuh sampai besok.


8. Gunakan minyak untuk melicinkan alat pembuat wafel (yang harus sangat panas! Panas! Panas!) supaya wafelmu tidak lengket. Tuangkan adonan di alat pembuat wafel, bakar hingga menjadi coklat keemasan.


9. Beri topping yang kau suka (maple syrup, es krim, berry, pisang, madu, dst…), dan nikmati wafel Belgiamu! ^^



Aku jamin jika langkah-langkah ini kau jalani dengan tepat, maka rasa wafelmu akan menjadi tiada tandingannya! Try it at home!



Sumber resep: http://www.waffle-recipe.com/recipes/belgian-waffle-recipe/

.

August 25, 2010

5 DNA Dalam New Media Menurut Lev Manovich

.

Dalam membandingkan antara New Media dengan Old Media, ada 5 gen / DNA yang dapat djadikan pembanding keduanya, dimana ke-5 hal ini wajib dimiliki suatu media yang disebut New Media.

Namun tidak setiap obyek media harus mematuhi prinsip 5 DNA ini. 5 DNA ini harus dipertimbangkan bukan sebagai Hukum-Pasti, tetapi lebih sebagai tendensi umum dalam budaya sekarang (yang lebih mengarah pada komputerisasi / digital).




5 DNA tersebut adalah:



1. NUMERICAL REPRESENTATION

(Pengaplikasian matematika dalam media)


New Media adalah media yang dibuat dengan kode digital, yaitu memakai representasi matematis. Hal ini membuat New Media dapat dideskripsikan secara formal / matematis. Contohnya, sebuah gambar dapat dijelaskan menggunakan fungsi matematika. Lalu, obyek new media adalah subyek dari manipulasi alogaritma; artinya new media selalu dikonvergensikan dengan ilmu matematis, contohnya, dengan menggunakan alogaritma yang tepat, kita dapat dengan otomatis membuang “noise” dari foto, meningkatkan kontras warna, mencari sisi-sisi dari bentuk, atau mengubah proporsi dan ukuran gambar, singkatnya, media menjadi mudah untuk diprogramkan.


Adanya pemahaman bahwa media harus dikonvergensi dengan ilmu matematika untuk menjadi new media saya rasa sangat tepat. Ilmu matematika memungkinkan kita dapat membuat blog pribadi, mengedit foto, mengetik, dsb. Jika media dimanfaatkan tanpa digabungkan dengan ilmu matematika, maka segala sesuatunya harus dikerjakan secara manual, seperti memotong foto harus dengan silet, menulis harus dengan tangan dan alat tulis, jika segalanya manual, bagaimana bisa disebut “new” media?



2. MODULARITY

(Adanya konvergensi / penggabungan aneka media menjadi satu)


DNA kedua ini membahas mengenai betapa media yang disebut new media, adalah media yang didalamnya terdiri dari gabungan berbagai elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media di dalamnya, dimana beberapa media dijadikan satu, itu baru disebut new media. Namun walau media-media tersebut disatukan, tiap-tiap elemen memiliki independensi masing-masing; contohnya sebuah film multimedia yang dibuat dengan software Macromedia Director yang terkenal mungkin berisi ratusan gambar, QuickTime movies, dan suara yang dimasukkan secara terpisah dan berjalan selama film berjalan. Karena tiap-tiap elemen memiliki independensi masing-masing, maka masing-masing dapat dimodifikasi / di-edit kapanpun tanpa harus mengubah film itu sendiri (contoh: suaranya ditinggikan seperti chipmunk, tetapi gambar dan warna film tidak berubah).


Contoh lain adalah gambar yang memiliki aneka aplikasi (GIF, JPG, PSD, dsb), ketika gambar-gambar ini dipindah ke microsoft office seperti word, maka gambar-gambar itu masing-masing tetap berdiri secara independen dan dapat di edit sendiri-sendiri.


Kesimpulan dari modularity adalah, obyek new media terdiri dari bagian-bagian independen, yang masing-masing kembali terdiri dari bagian-bagian independen yang lebih kecil (berlapis-lapis) dan seterusnya hingga ke “atom” terkecil – pixel, poin 3-D, atau karakter teks.



3. AUTOMATION

(New media harus otomatis)


Apabila 2 DNA pertama (Numerical dan Struktur Modular) telah terpenuhi, maka media dapat mengoperasikan sifat otomatis dalam berbagai perangkatnya. Kesimpulannya, dengan adanya sifat matematis dan konvergnesi di dalamnya, media dapat digunakan / di-akses/ dioperasikan dengan lebih otomatis (instan, cepat, mudah).


Dalam Automation ini, sifat otomatis new media terbagi menjadi 2, yaitu Low-Level Automation dan High-Level Automation.


Low-Level Automation bekerja dengan mengubah atau menciptakan perubahan dari sketsa suatu obyek dengan memakai template atau alogaritma sederhana; contohnya program edit gambar seperti Photoshop dapat dengan otomatis memperbaiki gambar hasil scan, membersihkan gambar dan meningkatkan kontras gambar. Sifat otomatis ini juga dilengkapi dengan penyaring / filter yang dapat dengan otomatis merubah obyek, seperti suatu foto yang dapat dirubah hingga seakan-akan gambar tersebut telah dilukis oleh pelukis ternama seperti Van Gogh.


High-Level Automation mengharuskan komputer untuk memahami beberapa tingatan, makna pada obyek yang ada (komputer memahami semantik / bahasa). Ini merupakan pengembangan dari proyek Artificial Intelligence / AI (Kecerdasan buatan), contoh media yang telah memakai High-Level Automation aDalah Smart Camera, yang ketika diberi skrip, secara otomatis mengikuti aksi yang berjalan dan segera merekam. (Media seakan-akan hidup dan bisa berpikir).



4. VARIABILITY

(Satu new media, tercipta dan dapat diaplikasikan dalam berbagai versi)


Obyek new media bukanlah obek yang sekali jadi dan begitu seterusnya, tetapi new media haruslah media yang dapat eksis dalam versi yang berbeda-beda. Ini merupaan dampak lain dari DNA 1 dan 2 (Numerical dan Modularity).


Jika old media membutuhkan manusia sebagai pencipta secara manual (teks, visual, dan audio), maka new media haruslah media yang diciptakan sekali untuk banyak hal. Obyek dari new media harus diciptakan untuk berbagai versi yang berbeda, dan daripada diciptakan sepenuhnya oleh manusia sebagai pencipta, versi ini seringkali diciptakan demi tujuan otomatis dalam komputer. Oleh sebab itu, DNA ini (Varability) tidak mungkin terdapat jika tidak disertai dengan modularity (konvergensi media / penggabungan beberapa elemen media)

Contoh variability dalam new media, yaitu adanya software Photoshop yang tercipta dalam berbagai bentuk, Adobe (CS, CS3, dll), Idesign, atau microsoft office tools, atau dalam dunia internet, seperti blog yang memiliki layanan variatif, baik untuk menunjukkan musik, video, berita, dsb.



5. TRANSCODING

(Menerjemahkan suatu elemen media ke format lainnya)


Dalam perkembangannya, media harus mengikuti budaya yang ada dalam kehidupan manusia. Media harus berkembang dan berkembang, mengikuti kode-kode yang ada di masyarakat, supaya dapat diartikan / diterjemahkan dalam komputer. Hasilnya, akan muncul budaya komputer baru; yaitu pembauran makna dari manusia dan komputer (Budaya manusia yang menjadi model dunia, dan tujuan pribadi komputer dalam merepresentasikannya).


Ini merupakan DNA terakhir yang jauh sekali berkembang dari ke-4 DNA new media sebelumnya. Pada tahapan Transcoding, kita perlu memahami logika dari media, dan bagaimana media harus berubah mengikuti perkembangan manusia. Perkembangan ini tentu tidak langsung, tetapi pelan-pelan karena bertahap.

Untuk memahami logika new media, kita perlu memahami computer science. Disana kita dapat menemukan istilah-istilah baru, kategori-kategori, serta operasi untuk mengkarakterkan media menjadi mudah untuk diprogramkan.


Kesimpulannya; Transcoding merupakan DNA new media terakhir yang membuat media dipandang sebagai sesuatu yang dapat berpikir karena adanya perkembangan logika media sehingga media memiliki pembauran makna dengan manusia (New media adalah media yang “cerdas seperti manusia” karena terus berkembang seturut perkembangan jaman).



.


August 23, 2010

Model-Model Komunikasi Beserta Perspektif Human Relations Approach

.

Apa itu Human Relations Approach?

Human Relations Approach adalah hal-hal yang berkaitan untuk memotivasi orang-orang di dalam organisasi dengan tujuan mengembangkan kerjasama tim yang efektif untuk memenuhi kebutuhan mereka serta mengarahkan mereka pada pencapaian tujuan organisasi.



Human Relations Approach dicetuskan pada tahun 1930 sebagai reaksi melawan pandangan mekanik dalam sebuah organisasi dan pandangan pesimis dari manusia yang diajarkan oleh pendekatan klasik.


Manusia adalah makhluk hidup yang kompleks dikarenakan beragamnya variabel yang bisa mengubah keadaan manusia. Menurut Kluckhohn dan Strodtbeck (dalam Schein: 1992) menyatakan bahwa “in some societies humans are seen as basically evil, in others as basically good, and in still others as mixed or neutral, capable of being either good or bad”. Pernyataan ini mengarahkan pada keberagaman pandangan terhadap natur manusia yang berarti bahwa cara penanganan manusia yang berbeda-beda pula.


Pada pemikiran organisasi awal, motivasi pekerja diperkirakan berasal dari sisi ekonomi saja (Schein, 125: 1992). Namun Argyris, 1964 (dalam Schein, 1992: 125) menyatakan bahwa, “employees are self-actualizers who need challenge and interesting work to provide self-confirmation and valid outlets for the full use of their talent”, sehingga motivasi bekerja seseorang tidak hanya datang dari dorongan ekonomi namun adanya keinginan untuk mengaktualisasikan diri.


Dalam Human Relations Approach, penekanannya ada pada motivasi individual, tujuan dan aspirasi. Selain itu, keberhasilan organisasi dapat dicapai jika ada motivasi individual dan hubungan interpersonal, terutama antara supervisor dengan bawahannya.


Rensis Likert pada tahun 1961 dan 1967 mengemukakan tentang “Linking-pin Model” yang menjelaskan bahwa “organizations should consist of ‘families’ that are tied together through their common members, who act as linking pins”. Likert memaparkan bahwa dalam setiap subordinat organisasi terdiri dari pengawas yang bertanggungjawab atas subordinatnya dan melapor pada pengawas di tingkat hirarki yang lebih tinggi. Linking pins bertugas yang bertugas sebagai penghubung harus bisa mendelegasikan tugas dari atas dan menyampaikan ‘suara’ dari bawah. Linking pins juga melapor tidak sebagai individual tetapi atas nama subordinat yang diwakilinya.



Teori Likert didasarkan pada empat konsep esensial yaitu:

1. Efektifitas proses dan tanggung jawab grup dalam memaksimalkan motivasi anggota organisasinya.

2. Pengarahan terhadap motivasi tujuan bersama dengan overlapping organizational families.

3. Yang memegang peranan kunci dalam menghubungkan antara kedua subordinat adalah fungsi linking pin.

4. Pengembangan dari siklus feedback yang pendek (tidak berbelit-belit) berdasarkan pada riset yang mengevaluasi fungsi dari sistem sosial dan teknis.


Keinginan dan motif individu diarahkan menjadi sebuah tanggung jawab bersama, sementara ketentuan peran dalam sebuah organisasi dikembangkan melalui tanggung jawab bersama itu juga. Dengan adanya tanggung jawab bersama, terbentuk sebuah kesepakatan bersama yang menghasilkan umpan balik turun ke grup subordinat (subordinat) dan umpan balik naik ke pengawas.


Keuntungan dari penerapan Model Likert:

1. Permasalahah struktural dapat teratasi.

2. Konflik internal dalam persaingan antara kepala unit dan anggota unit dapat teratasi.

3. Efektivitas alur komunikasi.

4. Pemaksimalan penggunaan sumber daya, kemampuan, dan motivasi setiap anggota.

5. Keputusan akan lebih mudah diimplementasikan.


Kerugian dari penerapan Model Likert:

1. Opini subordinat menjadi bias karena mengalami (beberapa kali) pergantian komunikator sebelem mencapai pengawas utama.

2. Distribusi penghargaan atas apa yang telah dilakukan oleh salah seorang anggota subordinat akan sulit dilakukan.

3. Adanya perbedaan kepentingan antara subordinat akan menimbulkan masalah.

4. Adanya keinginan anggota subordinat untuk mengembangkan diri terhambat karena posisi subordinatnya.


Perspektif dan Berbagai Konflik dalam Human Relations Approach:

• Para pakar yang meneliti tentang Human Relations Approach mengungkapkan bahwa Human Relations Approach khususnya memfokuskan pada kinerja kelompok, dan merupakan suatu kondisi dimana suatu hubungan berkembang dan berperan. (Conrad and Poole 2004)

• Melalui tekanan yang ada pada human relations approach, tidak heran apabila konflik merupakan perhatian yang cukup besar bagi para pakar human relations approach. Dari perhatian tersebut timbul berbagai sistem untuk mengidentifikasi berbagai gaya ataupun strategi manusia yang digunakan dalam sebuah konflik serta menentukan cara yang efektif di berbagai situasi konflik yang berbeda.

• Adapun Blake and Mouton (1964) dan Jay Hall (1969) yang mengidentifikasi lima perbedaan dalam suatu konflik. Klasifikasi yang mereka bentuk didasarkan pada dua komponen konflik yang mendasar, yakni assertiveness (ketegasan) dan cooperativeness (kerjasama). Penjelasannya adalah sebagai berikut:


ASSERTIVENESS (KETEGASAN): menetapkan tingkah laku yang diharapkan demi memuaskan kepentingan bersama.


COOPERATIVENESS (KERJASAMA): menetapkan tingkah laku yang diharapkan demi memuaskan kepentingan individu yang lain.


Gabungan dari komponen di atas dijabarkan secara spesifik kedalam lima gaya, antara lain:

1. A COMPETING (PERSAINGAN): Persaingan sangat tinggi unsur ketegasannya, namun sangat lemah pada unsur kerjasama. Dalam sebuah organisasi tentunya ada sebuah persaingan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini dijelaskan bahwa adanya sebuah hasrat untuk menundukkan yang lain, itulah yang biasa disebut sebagai pihak yang dominan dalam kelompok.

2. AN ACCOMMODATING (PENYESUAIAN): Penyesuaian berbanding terbalik dengan persaingan. Penyesuaian tidak bersifat tegas melainkan lebih menekankan pada kerjasama. Seseorang memberikan kesempatan pada yang lain untuk melaksanakan kepentingan mereka. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari suatu konflik yang merusak human relations.

3. AN AVOIDING (MENJAUHI): Tidak berada pada dua komponen di atas, baik ketegasan maupun kerjasama. Seseorang benar-benar menarik diri dan menolak untuk berurusan dengan konflik. Dalam hal ini seseorang dapat dideskripsikan sebagai pihak yang apatis, terisolasi, dan mengelak.

4. A COLLABORATING (BEKERJASAMA): Berada pada dua komponen di atas, yakni ketegasan dan kerjasama. Seseorang berusaha untuk mencapai sebuah solusi yang akan memenuhi kebutuhan kedua belah pihak. Bisa dikatakan gaya ini sebagai penyelesai masalah dan berintegrasi.

5. A COMPROMISING: Dalam gaya ini kedua orang yang berada dalam satu organisasi mengemukakan pendapat yang berbeda untuk mencapai kesepakatan.


• Perspektif human relations juga dikritisi karena lebih menekankan pada resolusi dan pelenyapan pada suatu konflik. Hal ini serupa dengan paradoks pada awalnya karena teori human relations telah mengakui bahwa konflik dan tekanan merupakan peristiwa yang dianggap biasa.

• Seperti yang telah dicatat oleh Perrow (1986), teori-teori human relations menekankan pada pengaturan suatu hubungan (managing relationships) yang pada akhirnya menghasilkan suatu kerjasama dalam suatu organisasi.

• Dalam human relations approach, konflik dianggap sebagai hal yang tidak dapat terelakkan atau tidak dapat dihindari.


Apa Peranan Human Relations Approach Terhadap Sebuah Organisasi Fungsional?


• Dalam organisasi fungsional, kendali didelegasikan dari manajemen teratas ke berbagai varian departemen fungsional seperti bagian penjualan, keuangan, dan produksi.


• Menurut Miles and Creed (1995), organisasi fungsional berjalan dengan sangat baik melalui sebuah filosofi manajemen human relations. Filosofi ini mengasumsikan bahwa pekerja dimotivasi oleh sebuah dorongan sosial layaknya ada unsur ekonomi dan menekankan pentingnya interaksi yang informal saat bekerja dalam tim.


• Pengelola (manager) dalam hal ini memfokuskan pada kepuasan individu pekerja/karyawannya. Dengan memuaskan kebutuhan tiap individu pekerja/karyawannya, maka produktivitas dalam organisasi juga akan meningkat.


• Meskipun kendali tidak didelegasikan dari pegawai/karyawan bawahan, pengelola (manager) mencari masukan dari para pegawai tersebut, itu adalah sebagian besar cara untuk memuaskan kebutuhan anggotanya.


• Kompetensi komunikasi yang terjadi di dalam organisasi fungsional kemungkinan besar sangat berbeda dengan apa yang ada pada organisasi terpusat/tradisional, terutama asumsi yang berbeda mengenai manusia. Karena human relations approach menekankan pada kepuasan individu, pengelola (manager) dalam organisasi fungsional membutuhkan pengetahuan tidak hanya mengenai aturan relasi komunikasi secara formal dan peraturan dalam organisasi yang menuntuk mereka untuk menghormati tiap atasan, tetapi peneglola (manager) juga membutuhkan pengetahuan relasi komunikasi secara informal dan mengenal tiap karakter individu pegawai/karyawannya.


• Dalam human relations approach merekomendasikan pada tiap pengelola (manager) untuk menyadari kepribadian, informasi dan kebutuhan tiap-tiap anggota pegawainya (sehingga pagawai merasa ada umpan balik). Sesuai dengan yang diungkapkan di atas, pengelola (manager) yang berkompeten kemungkinan besar memiliki skill dalam hal empatik mengenai keluhan-keluhan pegawainya, memberikan umpan balik yang sekiranya mampu memotivasi kembali pegawainya (Cusella, 1987), menggunakan persuasi sebagai titik untuk memenuhi keuntungannya, dan berkomunikasi untuk terus mendukungnya.





SUMBER INFORMASI:

Katz, D. & Katz,R.L. (1978) The social psychology of organizational (2nd ed.) John Willey & Sons.

Schein, E.H. (1992) Organizational culture and leadership (2nd ed.) Jossey-Bass, San Fransisco, CA.

Folger, Joseph.P., Poole, Marshall Scott., Stutman, Randall.K. 2005. Working Through Conflict : Strategies For Relationships, Groups, And Organizations. Boston : Pearson Education.

http://www.blackwellreference.com/public/tocnode?id=g9780631233176_chunk_g978140511697811_ss1-16



.

Analisis Citra Media Dengan Perspektif Interpretatif

.

Media memiliki sumber acuan dalam menggambarkan berbagai citra, contohnya citra media terhadap feminisme, maskulin, kelas sosial, kenikmatan, manfaat, persahabatan, seksualitas, dan lain sebagainya. Lalu dari mana sumber acuan nilai konstruksi sosial media massa ini berasal? Jika dibedah dengan teori Interpretatif, media memiliki semua pencitraan tersebut berdasarkan Frame of References dan Field of Experiences dari individu dalam struktur media tersebut.



Max Weber mengemukakan suatu kajian yang menjadi dasar dari perspektif Interpretatif. Kajian tersebut menyatakan bahwa penelitian sosial, ekonomi, dan sejarah tidak dapat selalu dilakukan secara empiris atau deskriptif, tapi harus menggunakan dan memperhitungkan konseptualnya. Analisa terhadap perspektif ini adalah, semua ilmu dan pembahasan yang ada tidak selalu dapat dijelaskan secara teoritis, sebab selalu ada pendapat-pendapat dan jalan pikiran yang berbeda dari tiap individu dalam menyikapi pembahasan tersebut. Jika pencitraan media A terhadap media B tentang suatu hal berbeda, itu semua tergantung pengalaman dan pengetahuan individu-individu dalam struktur media tersebut (Disarikan melalui INTERAKSIONISME SIMBOLIK (http://edsa.unsoed.net/?p=62) Artikel ini banyak membahas mengenai teori-teori Sosiologi Komunikasi, yang lengkap dengan pembahasannya). Contohnya; Media TPI memiliki sumber acuan bahwa budaya timur jauh lebih menarik untuk diangkat sebab produser TPI banyak yang menyukai budaya-budaya India, Malaysia, Indonesia, dsb. Sedangkan media RCTI memiliki sumber acuan bahwa budaya barat jauh lebih menarik untuk diangkat di layar kaca, sebab produser-produser RCTI banyak yang suka mengunjungi Australia, Amerika, UK, dsb.



Sebelumnya sudah dijelaskan, bahwa segala sesuatu yang akan diartikan selalu memiliki banyak arti karena pemikiran tiap-tiap orang selalu berbeda tergantung dari Frame of References dan Field of Experiences dari tiap individu (perspektif interpretatif). Maka dapat diterima apabila pengaruh pencitraan media itu akan berbeda-beda pula pada masyarakat (atau dalam hal ini audiens media). Sebagai contoh; Audiens yang memiliki pemikiran sederhana, ketika menonton sinetron di SCTV yang menyajikan citra orang kaya sebagai orang yang jahat akan menggeneralisasikan bahwa semua orang kaya pasti jahat.



Sedangkan pada audiens dengan pemikiran dewasa akan melakukan seleksi dari informasi yang ia terima, seperti misalnya ia akan berpikir, tidak semua orang kaya itu jahat, hanya orang-orang tertentu saja yang sedari kecil sudah menerima didikan yang salah.


Analisis media ini tentu memiliki pengaruh terhadap masyarakat dalam kehidupan sosialnya. Pengaruhnya juga berbeda-beda, kembali tergantung dari pemikiran dan pengetahuan tiap individu. Saat-saat ini Indosiar banyak menyajikan sinetron remaja yang menunjukkan gaya hidup orang kaya, sinetron ini juga banyak digemari, terbukti dari banyaknya ibu-ibu, remaja dan pembantu rumah tangga yang tiap pukul 19:00 selalu menonton sinetron di SCTV dan Indosiar (Disarikan melalui SINETRON INDOSIAR (http://www.kpi.go.id/index.php?etats=pengaduan&nid=3979)).


Gaya hidup yang ditampilkan dalam sinetron itu menunjukkan, orang kaya harus memakai pakaian yang indah, ditambah aksesoris seperti anting-anting besar dan kalung, jangan lupa menambahkan jam tangan dan cincin. Citra Indosiar tentang “orang kaya” ini memiliki pengaruh terhadap para ibu-ibu maupun remaja yang menyaksikannya, yaitu menimbulkan fenomena “Harajuku Style” di Indonesia (Indosiar juga banyak menayangkan sinetron dari Jepang dan Korea), banyak remaja yang berani memakai pakaian-pakaian seksi yang merupakan bentuk imitasi dari apa yang mereka tonton.



Namun ada juga yang tidak terpengaruh, tetap cuek, dan berpakaian sesuai dengan kebiasaannya sehari-hari. Ini semua kembali lagi sesuai dengan Perspektif Interpretatif, yaitu tergantung dari pemikiran dan pengetahuan tiap individu.


.

Contoh Media yang Membuat Definisi New Media Menjadi Kabur

.

Kalau mau mengambil contoh, saya akan memberikan 2 contoh media yang membuat kita bingung, manakah yang new media?


Pertama, buku jika dengan cepat dinilai, tentu mayoritas orang akan mengatakan buku adalah Old Media, tapi mari kita bahas buku yang sangat fenomenal, laris, diterjemahkan dan dibaca jutaan orang.


Contohnya Twilight Saga atau Harry Potter.




Buku-buku ini sangat digandrungi banyak orang, apakah ini termasuk Old Media? Sudah jelas secara waktu buku-buku ini baru ditulis dan dicetak, secara manfaat jelas mengubah culture masyarakat, dan secara produksi, tetu diketik di komputer dan dicetak memakan alat-alat percetakan canggih, tetapi secara distribusi, ini hanyalah sebuah buku… Seratus tahun yang lalu buku seperti ini juga banyak. Jadi?


Contoh kedua adalah Friendster.



Masih ingatkah anda dengan Social Network yang DULU sempat sangat booming di Indonesia ini? Hmmm… Kemanakah gaungnya sekarang? Apakah SEKARANG Friendster masih bisa disebut New Media?


Memang Friendster merupakan media digital, social-networking, tetapi sudah lama ditinggalkan orang dan tidak disentuh masyarakat. Secara produksi dan distribusi, Frendster bisa dikatakan New-Media, tetapi secara waktu dan manfaat, kini Friendster sudah dilupakan orang. Apakah bisa Friendster saat ini tetap disebut New Media?


Anda yang memilih.


.

Apa yang Membuat NEW MEDIA Sulit Untuk Didefinisikan?


Sulit untuk mendefinisikan new media disebabkan karena sulitnya menjelaskan apa variabel dari “new” itu. Mengatakan new media, bisa berarti berdasarkan WAKTU. Jadi semakin baru, semakin modern, semakin New Media.


Lalu bisa juga dilihat dari sisi MANFAAT, jadi semakin heboh di kalangan masyarakat, semakin mengubah culture / budaya, makin new media.


Kita tidak bisa mengatakan “kalau memakai komputer pasti new media!”, karena itu terlalu membatasi definisi new media itu sendiri. Komputer yang hanya sebuah mesin, tidak bisa menjadi pengukur sebuah media itu new media atau bukan.


New Media bisa dilihat dari sisi PRODUKSI, jadi kalau diproduksi dengan teknologi baru, itu menjadi new media. Dengan definisi ini, koran menjadi new media, sebab koran diproduksi engan komputer dan di desain dengan software-software modern.


New Media bisa dilihat dari sisi DISTRIBUSI, kalau hasilnya / packagingnya baru (secara digital misalnya) itu baru new media. Denan definisi ini, koran cetak menjadi old media, dan koran online baru new media.



Jadi, sebenarnya apa itu new media? Jelas pertanyaan ini akan sangat sulit dijawab, karena bisa dilihat dari segi waktu, manfaat, produksi, dan distribusinya. Itulah yang membuat new media sangat sukar untuk didefinisikan.



.

August 22, 2010

Wicked Dream of Mine

.

20 Agustus 2010; sekitar pukul 3 subuh, aku mengalami sebuah mimpi yang secara visual sangat jelas dan melekat di pikiranku sampai beberapa hari. Ketika bangun, aku merenungkan mimpi itu dan tidak menemukan maknanya, selama merenung, aku tidak berhenti merinding, dan aku terdorong untuk mem-postingkan mimpiku itu di blog ini.


Pada awalnya, mimpiku hanyalah mimpi konyol yang tidak jelas. Aku memimpikan balon-balon, langit biru, video game masa kanak-kanakku, melihat 2 ekor naga melompat-lompat di atas samudera yang luas, lalu 2 ekor naga itu masuk ke dalam laut, dan disinilah mimpiku baru bermula.


2 ekor naga itu berubah menjadi 2 ekor ikan. 1 ikan yang kecil, dan 1 adalah ikan paus yang sangat besar. Kedua ekor ikan ini terus berenang, berenang, dan berenang beriringan dalam kecepatan yang mengagumkan. Tak lama ikan-ikan itu-pun kelelahan dan berhenti, lalu terjadilah percakapan berikut:


“Sial! Dari tadi kita terus berenang, tapi tak satu ikan-pun kita makan. Badanmu kan besar! Seharusnya kau menangkap seekor ikan hiu untuk kita berdua makan! Aku sudah lapar!” Kata si ikanj kecil pada ikan paus yang diam saja. Tak lama ikan paus itu berdiam, ikan paus itu akhirnya berkata, “Baik, ayo kita menangkap ikan hiu untuk dimakan!”





Ikan itu kembali berenang, dan aku menonton adegan ini seperti menonton sebuah film bioskop. Mereka berenang, dan tiba-tiba, entah dari mana, ikan paus itu telah menangkap seekor ikan hiu dan memakannya sendiri tanpa membaginya pada si ikan kecil. Ikan kecil itu tampak terkejut, lalu ikan paus itu dengan egois pergi meninggalkan ikan kecil itu sendirian!





Kini ikan itu tidak lagi secongkak sebelumnya, kini ia sadar bahwa ia dalam bahaya, di sekitarnya mulai bermunculan ikan-ikan kecil dan ikan-ikan besar, ikan-ikan kecil saling dimakan, dan ia sendiri mulai menjadi target. Tampak seekor belut besar dan seekor ikan baracuda berusaha memakannya. Ikan kecil itu menghindar terus dan tampak begitu ketakutan.





Tiba-tiba, aku yang sebelumnya hanya melihat ikan itu dalam layar film, kini aku tersedot dan aku berubah melihat segalanya dari sudut pandang si ikan! Kini akulah ikan kecil yang tak berdaya itu.





Aku melihat puluhan ikan berusaha menggigitku, aku ketakutan dan segera menghindar, dengan cepatnya aku berenang dan menghindari gerombolan ikan-ikan besar yang ganas itu. Aku berenang makin dalam dan makin dalam hingga aku tiba di bagian laut yang sangat gelap. Tidak ada sedikitpun cahaya. Aku sendirian dan merasa aman.





“Disini tidak ada ikan, aku sendirian, aku aman…” Pikirku. Tapi tiba-tiba muncul cahaya dan seekor ikan pembawa lentera yang sangat besar dan bergigi tajam muncul di depanku, ikan itu membuka mulutnya dan aku menjerit, siap untuk dilahap.





Tiba-tiba ikan itu mengatupkan mulutnya dan tampak ketakutan. Ikan itu segera berbalik dan berenang pergi dengan cepat, aku kembali ditinggal sendirian. Semuanya gelap. Tetapi tidak lama, kegelapan itu mulai sirna, tampak sedikit cahaya, dan di laut yang sangat dalam dan dingin menggigit itu, aku bisa melihat, bukan laut biru, tetapi laut yang agak merah, seperti laut yang telah ternoda oleh darah. Warna remang-remang seperti karat itu membuatku bisa melihat keadaan sekeliling. Tiba-tiba, tampak dari kejauhan gulungan angin seperti tornado kecil, tornado dalam laut itu makin besar dan makin besar, aku hanya diam dan memandangnya, tiba-tiba dari atas, muncul sesosok manusia yang berputar-putar tertarik aliran tornado raksasa tersebut.





Orang itu tertarik makin ke bawah dan mulai mendekatiku, tiba-tiba dalam kecepatan ekstrem itu, ketika orang itu ada di depan mataku, segalanya menjadi slow-motion. Aku bisa melihat wajah orang itu dengan jelas. Orang itu adalah seorang pria bule tua, berambut sedikit dan berwarna putih. Ia gemuk, dan memakai jubah hitam, dan ketika ia mulai melambat di depan mataku, aku melihat ia memakai sebuah kalung, dan kalung itu terangkat dan aku bisa melihat bahwa ia mengenakan kalung dengan liontin salib berwarna emas. Aku menyimpulkan bahwa pria tua itu adalah seorang pendeta.





Begitu aku selesai mengamati keadaan pria itu, segalanya kembali berjalan dalam kecepatan ekstrem, aku begitu keakutan hingga aku segera berbalik dan berenang pergi, berenang secepat-cepatnya, sejauh-jauhnya dari situasi tersebut.


Tiba-tiba walau aku sudah berenang jauh, aku dikembalikan ke pemandangan pusat dari tornado tersebut. Aku seakan-akan dipaksa melihat adegan ini, dengan pasrah aku melihat adegan itu.


Aku melihat pendeta gemuk itu mulai tertarik ke dalam pusat tornado di dasar laut, disini sangat dingin, dan situasi remang-remang merah-oranye, segalanya suram seperti berenang di dalam air bercampur darah. Mendekati pusat tornado, pendeta itu menjerit dalam bahasa Inggris, “No! No! No! No! NOOOOO!!





Aku merasa walaupun ia sudah sesak nafas setengah mati, walau ia tidak bisa bernafas di dalam air, ia tetap tidak bisa mati, karena cukup lama ia tertarik ke dalam laut, dan ia tidak juga mati.


Akhirnya pendeta itu masuk ke dalam lubang itu, tetapi karena tubuhnya yang gemuk, pendeta itu menyumbat lubang itu, dan sebagian tubuhnya ada di atas. Walaupun ia tetap tertarik ke bawah. Tiba-tiba lumpur-lumpur dan tanah di sekitar lubang tornado itu mulai tertarik dan menumpuk di atas kepalanya seakan ikut menekannya. Dan kalimat terakhir yang bisa kudengar dengan jelas dari pendeta itu adalah, “The World is Upon Me…


Selesai mengatakan hal itu, pendeta itu tertarik masuk dan tanah-tanah di atas kepalanya menutup lubang tornado tersebut. Aku bisa mendengar pendeta itu menjerit-jerit di dalam bumi. Aku begitu ketakutan mendengar jeritannya dan segera berenang pergi sejauh-jauhnya.




Setelah itu aku terbangun.


Aku langsung berdiri dan pergi ke luar kamr. Di luar, aku melihat tiga pembantuku yang tampaknya sedang sibuk menyiapkan suatu masakan, mereka tampaknya sedang menggulung kulit lumpia atau sejenis pangsit. Aku duduk di tangga dan diam sejenak sambil memandang mereka bekerja, lalu aku berkata, “Aku mau menceritakan mimpiku pada kalian…”


Setelah itu baru aku benar-benar terbangun.


Mimpi itu begitu jelas, melekat di pikiranku, dan membuatku merenungkannya terus. Kalau menurut kalian apakah artinya? Karena mimpi itu sama sekali tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Dan aku yakin ini bukan mimpi biasa, karena selain secara visual sangat jelas, aku bisa terus mengingatnya, dan merenungkannya membuatku terus merinding sepanjang pagi.



.