Powered By Blogger

September 16, 2011

Bananas, Oh... Bananas...

.
Do you like banana? Hehehehe… Pisang yang empuk dan manis ini memiliki dampak kesehatan yang sangat bermanfaat bagi tubuh kita. Pisang mengandung sukrosa, fruktosa, dan glukosa yang menjadi satu dengan serat. Penelitian telah membuktikan kalau makan dua pisang saja sudah cukup untuk mengakomodir latihan fisik yang berat selama 90 menit! WOW! Tidak heran pisang menjadi buah nomor satu bagi kebanyakan atlet terkemuka di dunia.



Memang persediaan energi tidak hanya didapat dari pisang, namun makan pisang dijamin akan membuat kondisi tubuh kamu tetap fit! Selain itu, makan pisang dapat mencegah sekaligus mengatasi sejumlah besar penyakit, so, pisang jadi menu wajib bagi kalian-kalian yang doyan diet… :p Hihihihihi… Doyan jarene…

Kamu depresi? Mungkin karena depresi diet ya? Don’t worry! Menurut survei dari MIND, makan pisang akan melenyapkan rasa depresi. HOW???

February 16, 2011

Review Lagu Lady Gaga: BORN THIS WAY



Single yang terbaru dari Lady Gaga baru keluar dan lagunya emang asik banget. Lagu itu baru aku dengerin 4 kali dan langsung terngiang-ngiang di kepalaku... Lagu itu adalah:




BORN THIS WAY



Aku mau mereview lagu ini, tapi sebelumnya, buat kamu-kamu yang ga tau liriknya, ini aku kasih...

February 15, 2011

Apa saja Teori-Teori Sosiologi?


Ilmu Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari kehidupan sosial manusia. Dalam ilmu komunikasi, sosiologi merupakan ilmu yang sangat penting, karena bagi saya mahasiswa ilmu Komunikasi, berjumpa dengan banyak orang dan melakukan interaksi sosial dengan mereka adalah hal yang akan sering saya paktekkan, oleh sebab itu sosiologi sangat perlu untuk saya pelajari dan mengerti.

Dalam Sosiologi komunikasi, ada banyak sekali teori-teori yang perlu saya mengerti. Melalui tugas Sosiologi Komunikasi ini, saya akan menjabarkan beberapa teori sosiologi yang dapat diaplikasikan dengan ilmu komunikasi.


Pemanfaatan Dunia Internet Melalui Perspektif Interaksionisme Simbolik


Dunia internet merupakan dunia baru yang diciptakan oleh manusia. Dalam dunia internet, tercipta banyak komunitas yang tiap-tiap komunitasnya memiliki suatu ketertarikan terhadap suatu fenomena, contohnya komunitas pecinta batik, komunitas pemilik hobi yang sama, komunitas penggemar artis A atau B, dan lain sebagainya.

Terciptanya komunitas internet disebabkan karena adanya kecepatan penyampaian pesan yang sangat mengagumkan jika disalurkan melalui dunia maya. “The illusion of getting away with something was entirely based on the fact that data transmission times have dropped so that only 2 / 3rds of second, for example, to send an e-mail message from the US to Antartica. Moreover, the internet breaks up even such super-fast messages transmitting them with scant regard to the time / distance cost structures of traditional telephone use” (Winston and Walton 1996: 82).

Situasi Politik dalam Film HOTEL RWANDA






Dalam pelajaran Pengantar Ilmu Politik, saya menonton sebuah film berjudul Hotel Rwanda. Film ini mengisahkan tentang pertumpahan darah di Afrika yang kini dikenal dengan nama Rwandan Genocide. Hal paling menarik disini adalah situasi Politik yang benar-benar kacau karena banyaknya konflik yang disimpan antara dua kubu yang menindas dan ditindas.

Apa itu SELF DISCLOSURE?



Self Disclosure adalah pengungkapan diri yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam proses komunikasi interpersonal. Caranya adalah dengan menceritakan fakta-fakta mengenai diri sendiri kepada orang lain. Yaitu fakta-fakta yang bersifat pribadi dan tidak diketahui orang-orang pada umumnya, seperti cara berpikir, perasaan, kebiasaan-kebiasaan yang rahasia, dan segala sesuatu tentang diri yang bersifat pribadi.


KONSEP DIRI

Joseph Luft dan Harry Ingham menciptakan suatu model yang menjelaskan tentang area konsep diri pada tiap manusia. Area-area itu terbagi atas Free Area, Blind Area, Hidden Area, dan Unknown Area. Model itu disebut sebagai Johari Window, yang namanya merupakan penggabungan dari nama mereka; Joseph dan Harry. Hihihihihi...

Refleksi Seminar ASEAN - 15 Maret 2010


Pada tanggal 15 Maret 2010, saya mengikuti sebuah seminar tentang ASEAN yang diadakan di Universitas Kristen Petra. Seminar ini merupakan seminar besar dimana para pembicaranya merupakan pembicara yang ahli di bidangnya dan berasal dari daerah yang berbeda di Indonesia.

Dalam seminar ini, dibahas permasalahan-permasalahan yang menyangkut ASEAN seperti permasalahan ‘comot kebudayaan’, masalah keamanan, dan lain sebagainya. Setelah mengikuti seminar tersebut, saya menemukan beberapa pencerahan dan pengetahuan.

Setelah mengikuti seminar ini, ada 2 poin yang saya tangkap, yaitu para generasi-generasi muda di Indonesia harus mulai vokal dan memiliki ketertarikan untuk memberikan sumbangsih pikiran bagi ASEAN. Karena kalau bukan kita yang muda, siapa yang akan meneruskan ASEAN?

Poin ke-2, saya menangkap bahwa saat ini, negara-negara ASEAN masih memiliki banyak konflik. Konflik itu disebabkan masalah perebutan wilayah teritorial. Tiap negara mengklain suatu pulau sebagai kepunyaannya, kemudian konflik juga disebabkan adanya permasalahan perebutan budaya, contohnya seperti budaya batik dan tari-tari Idonesia yang diklaim oleh negara Malaysia.

Bagi saya pribadi, ASEAN mengalami kebingungan / dilema dalam menentukan kadar/standardisasi “Hak Asasi Manusia”, dan hal ini pula yang dinyatakan oleh seorang penulis, Heru Susetyo Nuswanto dalam artikelnya yang bertajuk Asean dan Dilema Penegakan HAM.

Sebagai contoh kasus; Negeri gajah putih Thailand mengadakan hajat akbar akhir Februari 2009 ini yaitu 14th ASEAN Summit (Pertemuan Puncak ASEAN ke 14) yang diadakan di Hua Hin, Thailand. Sedianya forum tertinggi ASEAN ini akan diadakan di Chiang Mai pada bulan Desember 2008, namun berhubung kondisi politik dalam negeri Thailand kurang stabil dan daerah Chiang Mai adalah basis kelompok oposisi maka pertemuan ASEAN ke 14 ini digelar di Hua Hin, kota pantai berjarak tiga jam di Selatan Bangkok. Bagi pemerintah Thailand yang berkuasa saat ini (di bawah PM Abhisit Vejjajiva dari Partai Demokrat), pertemuan ASEAN ini amat penting karena meneguhkan legitimasinya selaku pemerintah yang berkuasa ke dalam dan keluar Thailand. Maklumlah, tahun 2008 silam diwarnai dengan kisruh politik yang luar biasa dahsyat, dimana PM Thailand berganti empat kali dalam satu tahun saja. Dimana hanya satu kali saja pergantian kepala pemerintahan tesebut berlangsung melalui mekanisme Pemilu dan selebihnya adalah 'intervensi' dari Mahkamah Konstitusi Thailand.

Bagi ASEAN, terlebih lagi pertemuan ini amat penting, karena merupakan pertemuan pertama pasca kelahiran ASEAN Charter (Piagam ASEAN) pada 20 November 2007. Empat puluh tahun sudah ASEAN berdiri sejak 8 Agustus 1967 namun tak kunjung memiliki piagam bersama. Barulah pada ASEAN Summit ke 13 di Singapore piagam tersebut dilahirkan dan berkekuatan hukum (entry into force) pada 15 Desember 2008 setelah sepuluh negara anggotanya meratifikasinya.

Sesuai dengan ASEAN Charter, pertemuan tingkat tinggi pemimpin negara-negara ASEAN yang digelar di Hua Hin ini adalah forum pengambilan kebijakan utama yang akan memberikan panduan kebijakan sekaligus keputusan terkait isu-isu penting yang sejalan dengan tujuan-tujuan dan kepentingan ASEAN. Lebih dari itu, ASEAN Summit ke 14 ini ingin menegaskan mandat dan memberikan cetak biru (blueprint) bagi negara-negara ASEAN untuk pembentukan masyarakat ASEAN yang terdiri atas masyarakat ekonomi (economic community), masyarakat politik dan keamanan (political-security community), dan masyarakat sosial budaya (socio cultural community) ASEAN yang dicanangkan untuk dibentuk pada tahun 2015. Secara khusus adalah cetak biru untuk dua jenis masyarakat yang terakhir, karena cetak biru masyarakat ekonomi ASEAN (ASEAN economic community) telah lahir pada pertemuan di Kuala Lumpur pada tahun 2006. Dengan telah lengkapnya ratifikasi ASEAN Charter oleh semua anggota ASEAN pada 15 Desember 2008, maka asosiasi negara-negara Asia Tenggara yang terbentuk di Bangkok pada 8 Agustus 1967 ini telah menjadi satu entitas dan organisasi antar pemerintah yang memiliki personalitas hukum (legal personality) tersendiri.

Saya jadi berpikir, sebenarnya apa makna HAM dalam bingkai ASEAN? Salah satu tujuan pembentukan ASEAN, sesuai dengan Deklarasi ASEAN 1967 adalah untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional melalui penghargaan terhadap keadilan dan supremasi hukum dalam hubungan antar negara ASEAN sesuai dengan prinsip-prinsip Piagam PBB (UN Charter 1945).

Tujuan tersebut di atas kemudian dijabarkan lagi dalam pasal 1 Piagam ASEAN 2007 dimana maksud dari pembentukan ASEAN antara lain adalah untuk memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada kedamaian di dalam regional ASEAN (angka 1) dan juga untuk memperkuat demokrasi, meningkatkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan supremasi hukum, serta untuk memajukan dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar (angka 7). Menilik maksud dan tujuan pembentukan ASEAN seperti terungkap dalam Deklarasi ASEAN maupun Piagam ASEAN di atas, tak diragukan lagi bahwa organisasi ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap pemajuan dan peningkatan perdamaian, keamanan, dan juga hak asasi manusia di lingkup ASEAN. Lebih dari itu organisasi ini juga menyatakan ketundukan dan penghormatannya kepada Piagam PBB, hukum inernasional dan hukum humaniter internasional (pasal 2 angka 2 Piagam ASEAN).

Komitmen tersebut di atas kemudian semakin menguat dengan pembentukan Badan HAM ASEAN (Asean Human Rights Body) seperti tertuang pada pasal 14 Piagam ASEAN 2007. Kendati demikian langkah-langkah indah terkait perdamaian, keamanan dan HAM di lingkup ASEAN ini bukan tanpa pembatasan. Karena, pada piagam yang sama disebutkan bahwa semua tindakan ASEAN dan negara-negara anggotanya harus sesuai dengan prinsip-prinsip, antara lain : (1) menghargai kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integritas territorial dan identitas nasional semua negara ASEAN dan (2) tidak melakukan intervensi (non interference) pada masalah-masalah dalam negeri sesama anggota ASEAN serta (3) tidak mengambil bagian dalam setiap kebijakan dan aktivitas yang mengancam kedaulatan, integritas territorial, stabilitas politik dan keamanan negara ASEAN lainnya (pasal 2 angka 2 Piagam ASEAN).

ASEAN memiliki dilema terkait permasalahan HAM. Salah satu mandat dari Piagam ASEAN adalah pembentukan Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Body). Pasal 14 Piagam ASEAN menyebutkan bahwa sesuai dengan tujuan ASEAN untuk memajukan dan meningkatkan perlindungan HAM dan kebebasan-kebebasan dasar (fundamental freedoms), ASEAN akan membentuk Badan HAM ASEAN.

Sampai kini kelompok kerja untuk pembentukan mekanisme HAM ASEAN (ASEAN human rights mechanism) masih bekerja dan telah melahirkan kerangka acuan (terms of reference) tentang badan ini. Beberapa usulannya antara lain bahwa badan ini akan berbentuk komisi (commission) (www.aseanhrmech.org) dan, sesuai dengan Vientiene Action Programme 2004, akan menaruh perhatian secara khusus pada (1) pemajuan dan perlindungan hak-hak perempuan dan anak; (2) perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran; (3) memajukan kesadaran dan pendidikan HAM; dan (4) menggalang kerjasama antara komisi nasional HAM di setiap negara ASEAN. Kelompok kerja tersebut juga menegaskan bahwa Badan HAM ASEAN tersebut nantinya akan tunduk dan mengacu pada instrumen-instrumen HAM nasional dan internasional seperti Piagam PBB, Deklarasi HAM Universal 1948, Deklarasi dan Program Aksi Vienna 1993, dan konvensi-konvensi internasional di bidang HAM lainnya.

Namun demikian, di luar semua perkembangan progresif dari ASEAN dengan Piagam ASEAN, Masyarakat ASEAN dan Badan HAM ASEAN-nya, ASEAN menghadapi tantangan dan masalah yang harus diselesaikan secara arif, yaitu penghormatan dan penegakan HAM di negara-negara anggotanya. Organisasi ASEAN pasca kelahiran Piagam ASEAN 2007 telah menjadi entitas dan memiliki personalitas hukum (legal personality) tersendiri. Status dan mandat baru ASEAN ini akan terbentur tembok tebal para anggotanya sendiri. Karena, hampir semua negara anggota ASEAN memiliki persoalan HAM. Myanmar dengan rejim militernya yang otoriter dan penindasan etnis minoritasnya (Rohingya, dll), Thailand dengan kekerasan dan konflik di Thailand Selatan (Patani Darussalam) dan sengketa perbatasan dengan Kamboja, Malaysia dengan masalah diskriminasi rasial dan pemberlakuan internal security act-nya, Kamboja dengan berlarut-larutnya peradilan terhadap mantan petinggi Khmer Merah, Philippina dengan berlarutnya konflik dan macetnya perdamaian di Moro-Mindanao, juga Indonesia yang memiliki masalah dengan kemiskinan, pengangguran, serta pemenuhan hak-hak ekonomi, kesehatan dan pendidikan warganya.

Beberapa masalah HAM di atas bahkan telah melewati pintu ruang domestiknya karena skala pelanggaran dan kejahatan yang begitu besar. Sebutlah kasus Myanmar dan Kamboja. Apa yang terjadi di Myanmar dalam bentuk kekerasan politik dan penindasan etnis minoritas seperti Rohingya (yang tak diakui sebagai warganegara Myamar hingga kini) dan di Kamboja (dalam bentuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada era Pol Pot 1975 – 1979) adalah suatu pelanggaran berat HAM dan kejahatan internasional yang patut menjadi perhatian bersama. Tak cukup diserahkan melalui mekanisme nasional saja. Masalah kemudian adalah, bagaimanakah ASEAN dapat mengatasi dilema penegakan HAM ini dengan fair dan adil? Bagaimanakah ASEAN dapat tetap memajukan dan melindungi HAM, menghormati keadilan dan perdamaian sambil tetap menghargai kedaulatan, integritas teritorial, dan prinsip tidak campur tangan urusan dalam negeri dari negara anggota ASEAN lainnya? Juga, bagaimanakah Badan HAM ASEAN yang akan dibentuk dapat tetap memajukan dan melindungi HAM di ruang lingkup ASEAN sekaligus pada saat bersamaan mengakomodasi integritas dan kepentingan negara-negara ASEAN?

Dilema ini sungguh tidak sederhana dan jelas menjadi batu ujian bagi ASEAN. Bagaimana ASEAN dari semula bersifat asosiasi kerjasama regional bisa bermetamorfosis menjadi personalitas hukum dengan mekanisme dan aturan bersama yang ditaati oleh semua negara anggotanya . Termasuk di bidang Hak Asasi Manusia.

Pada akhirnya, saya menyimpulkan bahwa dalam kehidupan ini saya tidak bisa hanya bersantai-santi. Saya harus mau berjuang keras. ASEAN membutuhkan generasi penerus yang mau berjuang, saya berharap suatu saat saya dapat memberikan suatu sumbangan bagi ASEAN. Pastinya permasalahan kebudayaan dan perebutan daerah teritorial harus bisa dituntaskan secepatnya. Apakah saya dapat ikut berperan sebagai pemberi masukan untuk hal itu? Semoga saja.


Mempelajari Dominasi Suami Dalam Rumah Tangga yang Mengarah Pada Marital Rape


Kasus marital rape atau perkosaan dalam rumah tangga telah banyak memakan korban wanita yang pada akhirnya tidak berani melaporkan kejahatan suaminya kepada yang berwajib. Hal ini disebabkan para istri sadar sepenuhnya bahwa individu yang melakukan perkosaan adalah suaminya sendiri, pelaporan tindak kejahatan seperti ini membuat para wanita khawatir pihak yang berwenang tidak akan menanggapi masalah ini secara serius karena melihat kejahatan yang terjadi hanyalah hubungan intim antara suami dengan istri. Namun riset yang dilakukan untuk meneliti marital rape, rupanya menemukan bahwa perkosaan oleh suami jauh lebih berbahaya secara psikologis dibanding perkosaan oleh orang asing.


Marital rape is so destructive because it betrays the fundamental basis of the marital relationship, because it questions every understanding you have not only of your partner and the marriage, but of yourself. You end up feeling betrayed, humiliated and, above all, very confused. When it is the person you have entrusted your life to who rapes you, it isn’t just physical or sexual assault, it is a betrayal of the very core of your marriage, of your person, of your trust.

Disarikan dari artikel “Marital Rape”, dalam Hidden Hurt – Domestic Abuse Information http://www.hiddenhurt.co.uk/Articles/maritalrape.htm



Tidak dapat dipungkiri dalam rumah tangga suami merupakan kepala yang memimpin dan mendominasi. Namun sejauh apakah dominasi suami terhadap istri dapat dikatakan wajar? Paradigma konflik akan membedah dominasi suami dalam rumah tangga untuk kasus marital rape.


Konflik adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam rumah tangga, namun dapatkah konflik dituntaskan lewat mengutamakan dominasi? Pandangan konflik menurut Karl Marx fokus pada kemampuan sekelompok orang tertentu untuk mendominasi orang lain, atau usaha untuk mempertahankan dominasinya. Dengan kata lain, konflik adalah usaha individu atau sekelompok orang untuk menindas pihak lain demi mempertahankan dominasi / kekuasaannya. Dalam rumah tangga, suami adalah pihak yang mendominasi. Suami merupakan pemimpin atas istri dan anak-anak, namun rupanya kekuasaan ini tidak selalu dimanfaatkan dengan benar. Demi mempertahankan kekuasaannya, suami dapat melakukan intimidasi terhadap istri. Lewat konflik-konflik kecil, suami dapat menjalankan aksi kekerasan terhadap istri hanya demi menunjukkan kepada istri bahwa sang suamilah yang berkuasa.



Para wanita yang diperkosa oleh suami pada umumnya akan mengalami kekerasan dalam jangka waktu yang panjang. Marital rape selalu terdiri dari kekerasan fisik yang menyakitkan, ancaman kekerasan, dan penggunaan senjata oleh suami melawan istri. Yang lebih penting, beberapa penelitian telah menemukan bahwa suami yang memukul dan memperkosa istri pada umumnya adalah pria yang berbahaya dan bahkan berpotensi untuk melanjutkan kekerasannya ke tingkat pembunuhan. Pembelajaran memakai sampel klinik dari wanita yang sering dipukul dalam rumah tangga menemukan bahwa 20%-70% selalu diperkosa oleh pasangannya paling tidak satu kali (Bergen, 1996; Browne, 1993; Campbell, 1989; Mahoney et al., 1998; Pence & Paymar, 1993). Penemuan ini mengarahkan para peneliti untuk memperdebatkan bahwa marital rape adalah “salah satu kelanjutan dari kekerasan dalam rumah tangga” (Johnson & Sigler, 1997, p. 22). Para wanita yang diperkosa dan dipukul oleh pasangan mengalami kekerasan dalam berbagai cara; beberapa dipukul selama kekerasan seksual berlangsung atau perkosaan akan menyusul setelah kekerasan fisik dilakukan, kemudian suami akan memaksa istri berhubungan intim dengannya melawan keinginan istri. Beberapa wanita mengalami apa yang disebut perkosaan “sadistik” atau “obsesif”; Pengintimidasian ini melibatkan siksaan dan / atau praktek aksi seksual dan seringkali melibatkan kekerasan fisik. Pada marital rape jenis ini, pornografi seringkali terlibat, dimana suami memaksa istri untuk menonton pornografi lalu memaksa istri untuk mempraktekan pornografi (Marital Rape: New Research and Directions http://new.vawnet.org/category/Main_Doc.php?docid=248. Artikel ini banyak bercerita tentang sejarah dan penelitian di bidang kekerasan terhadap wanita).


Jika dibedah dengan perspektif konflik, suami yang menyiksa dan memperkosa istri adalah individu yang berkuasa dan mempertahankan kekuasannya lewat jalan marital rape. Rasa tidak aman pada diri suami disebabkan ketakutan jika istri berani melawan, istri menentang pendapat suami, atau istri mulai berani memerintah suami. Ketakutan ini membuat suami tetap mempertahankan dominasinya lewat intimidasi kekerasan. Tidak dapat dipungkiri jika konflik akan selalu muncul dalam rumah tangga. Paradigma konflik menegaskan bahwa dalam realitas sosial selalu akan ada kelompok atas yang menguasai kelompok bawah, kelompok ini dibagi berdasarkan kekuasaan, kemampuan, kekayaan, kekuatan, dsb. Kelompok bawah (yang lemah) akan ”ditindas” dan menjalankan kehendak kelompok atas. Dipercaya lewat marital rape, istri akan tertekan dan tunduk pada suami. Memang marital rape efektif untuk membuat istri takut akan suami, namun marital rape adalah penghancur psikologis istri sekaligus penghancur cinta dan kepercayaan di dalam sebuah pernikahan.


Setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda dalam mempertahankan dominasinya. Beberapa dapat menyelesaikan konflik dengan kepala dingin, beberapa hanya dapat mempertahankan kekuasaan dengan jalan intimidasi. Marital rape merupakan salah satu cara suami untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah tokoh dominan dalam rumah tangga, namun selain sangat tercela, marital rape juga tidak akan membuat istri mencintai suami, melainkan hanya membuat istri takut dan tunduk pada suami sebagai budak.


HYPER REALITY in Disney World


Disney World adalah tempat rekreasi terbesar dan paling sering dikunjungi di dunia. Tempat ini mencakup 4 taman bermain, 2 taman air, 23 hotel bertema unik, dan tempat perbelanjaan, restaurant, tempat entertainment dan rekreasi yang tidak terhitung banyaknya. Disney World dimiliki dan dioperasikan oleh bagian Walt Disney Parks and Resorts dari The Walt Disney Company. Lokasinya di barat daya Orlando dan Florida. Tempat ini biasa disebut masyarakat Walt Disney World, Disney World, atau WDW. Masyarakat lokal biasa menyebutnya hanya dengan sebutan Disney.

Tempat ini dibuka pada 1 oktober 1971, dimulai dengan taman bermain MAGIC KINGDOM, dan kemudian pada tanggal 1 oktober 1982 ditambah dengan Epcot, lalu pada 1 mei 1989 ditambah dengan Disney’s Hollywood Studios, dan akhirnya ditambahi Disney’s Animal Kingdom pada 22 april 1998.

Berikut ikon-ikon dari Disney World:


1. Cinderella Castle, ikon dari Magic Kingdom

2. Spaceship Earth, ikon dari Epcot

3. The Sorcerer's Hat, ikon dari Disney's Hollywood Studios

4. The Tree of Life, ikon dari Disney's Animal Kingdom


Melalui penjelasan di atas, Disney World adalah sebuah dunia yang diciptakan melalui daya imajinasi serang jenius bernama Walt Disney. Beliau merealisasikan imajinasinya, yang dimulai lewat penggambaran kartun, menjadi sebuah dunia nyata yang menarik dan bisa dinikmati oleh semua orang. Disney World sendiri berisikan aneka macam wahana seru, seperti Jet Coaster, Ghost House, Galleon, dan lain sebagainya. Selain itu Disney World juga memiliki Shopping Centre, Restoran, Hotel, dan aneka macam tempat menarik yang akan membangkitkan daya imajinasi semua orang mulai dari anak kecil hingga orang dewasa.



Lewat penjabaran di atas, dapat disimpulkan, bahwa Disney World adalah contoh dari Realitas Hiper atau Hyper Reality. Hal ini terbukti dari apa yang disajikan Disney World seolah-olah nyata dan benar-benar ada, namun pada kenyataannya sendiri, hal-hal seperti tikus yang bisa berbicara, peri-peri, debu sihir, dan lain sebagainya itu sangatlah berlebihan jika dibandingan dengan realitas manusia. Oleh karena itu, sangat tepat jika Disney World ditentukan sebagai realitas Hiper / Hyper Reality.


Media is a Lie



Nowadays, we can find a television show called reality show. Reality Show is a genre of television show which shows us an event that happens in our daily live. Events that showed us are about people finder, chasing a playboy or playgirl, spying a person and so many more.




This show always gets higher rating than the other show. Many people prefer to watch reality show than the other show. Many people get the effect of this show. People will think that their real world is like what the reality show showed.


One of the famous reality shows is “Termehek-mehek”. This reality show is presented by TransTV. This reality show present us how TransTV and the hosts help people to find their separated family, boyfriend, husband and so many more. The hosts, Panda and Mandala help their client to find the person whom they seek for a few days. They face so many problems, but in a few days they found the person.


This reality show is looked as a fake. First of all, in every episode, the hosts and the client always found a problem and conflicts. The conflict is caused a small thing. If we watched carefully, the conflict is always about a gang who don’t like the host and the client walking through their territory. Not only that, when they found the person they seek, the person must be in trouble such as a blind man because he gave his eyes to the client, the person was dead to save the client and so on. This is impossible.


Second evidence that this reality show is a fake is the process of looking for a person always ends in the fifth days. If we think carefully, we won’t get any information about the person we are looking for just only for five days. In this reality show, the hosts and the client always get the information easily.


The last evidence, in this reality show, the hosts and the client use TransTV’s car. The car has the logo of TransTV. This car is always used when they want to follow their target. The target doesn’t know if they are followed by TransTV. If we think carefully, a person who is followed by a person, they must feel bad or feel not comfort. But, the show is not present this feeling in the target. This is so impossible. What the writers found in this event make us want to explain it further.


Media is a lie. What is that supposed to mean? It means media have its own construction of reality that people believe. The fact is all things we have seen in media are not the real truth. John Baudrillard, one of the Media Theorist explained that Media’s Reality always ‘Hyper Reality’ (Reality that Hyperbole or more bombastic than the truth) that divide into 5 categories:

1. The truth reality: Reality that pure. The same as the fact.

2. Reality as the representation of reality: The fact that been representated into other media, for example true story that have been filmed or written into a novel, etc.

3. Simulacra or Simulacrum: Reality that have been shape into simulation, for example simulation room of outer space for astronaut to practice.

4. Fake reality: Reality that not reality. For example fake apple made from plastic. It looks like a real apple, but it’s not.

5. Hyper Reality: Reality that Hyperbole. Often used by media to attract it’s audience.

From those explanations, we know that a lot of realities that show in media still make people confuse if it is real or not. Some people believe it is real, but some others not. A lot of questions fulfill people’s mind about the reality in media.

At 1st until 8th November 2009, the students of Petra Christian University from Communication Department visited a lot of Television Enterprise such as SCTV, Trans7, and MetroTV for Excursion Study 2009 Program. They participated in Tapping Process of Kick Andy from MetroTV and Opera Van Java from Trans7 as the audience. Although the media told the public they are LIVE, but they are not. The audience (who are students from Petra) must wait for 4 till 5 hours to finish a show. People at their houses only watched half of it from the television, because there was a process called editing process. For examples, when the guest stars started to sing, they repeated until seven times. But, the media only showed the best performance.

From there, we could see that every scene had been arranged. Every person who included in the scene was given their dialogue and they had to do what the director said, even the audience. They must clap their hands at several moments that they had been told by the director, and laugh over some unfunny jokes to make the show looked funnier and entertaining.

From this event, we can see that media had treated us. Media told the public if the show is LIVE but it is not. The most unforgivable lie that media do was when the ‘Quiz Moment’. They had just already told the questions, not long after that they started the tapping for telling the answer, and they announced the winner, even the public never hear or answer the questions. So we can see that all the Television Quiz is unworthy to follow because the person who gets the prizes is the media itself.

The lie of the media has already created new problems to the marriage life too. Now, there is a new video game from Japan that creates new phenomenon where a man can cheating in front of their wives with some happily not-a-real-person-at-all girlfriend, that game is called ‘Love Plus’. Here’s the information about it from an article “Does new video game take virtual dating too far?” by Ben Silverman (http://videogames.yahoo.com/events/plugged-in/does-new-video-game-take-virtual-dating-too-far-/1373657):

Typically we don't kiss and tell, but we couldn't resist spilling the beans about Konami's DS game, Love Plus. It's just too creepy to keep to ourselves. Currently only out in Japan, Love Plus is a dating simulation that lets you court several different virtual girls. If you play your cards right, one of them will start to fall for you. And that's precisely where things go from odd to just plain icky.

As you grow closer, you'll need to take your new fake girlfriend out on dates -- in real time, no less -- and start planning your future together. Eventually she might ask for a kiss, which requires touching her on the lips. Or perhaps she'll ask you to whisper sweet nothings in her ear, which requires babbling pleasantries into the DS microphone (and a serious lack of shame).

An interview posted on BoingBoing revealed more sordid details about Love Plus, as told through the experience of happily married San Francisco man Koh and his happily not-a-real-person-at-all girlfriend, Rinko. When asked what they did together, Koh lent some insight into their awkward relationship: "Ok, this is pretty embarrassing. The DS has a mic and a touchscreen, so... one time, she asked me to say 'I love you' a hundred times into the mic. I was on the airplane when she asked me that, so I was like, no way. There was also this part where you have to hold her hand on the touchscreen. If you touch her hand with the stylus, you get to hold her hand. And then there's the part where you have to kiss her."

OMG! So did he?

"No, no!" he responded when prodded by the interviewer. "The girl's face shows up on the screen, and you have to touch her lips to give her a kiss. That's pretty weird.... this is embarrassing. I'm sweating right now just talking about it."

Love Plus has caused quite a stir in Japan, as some wives have complained that their husbands are effectively 'cheating' on them by spending too much time with their virtual significant others. Do you agree? Or is this just harmless (albeit a little disturbing) fun?

Wow! If we can find an imaginative-girl-that-real through the media, it’s possible we can find another magical lie from media. It’s a shame that media forget their real function. Media have to entertaining, but also educating and telling the objective truth for the public. Media has been treated the audience who believe them. As a communication students, we must remember what we should do if we work in a mass media. We must show the real to the public, that’s our responsibility.




From this explanation, we can get several conclusions about media:

· What we found in media is a lie

Media frequent tell the public about something, but the truth, media always make something look much better, much joyful, and even much worse to attract it’s audience.

· They just show us a hyper reality

John Baudrillard told us that Media often show us reality that hyperbole. Not as the same as the fact.

· Mass media forget their responsibility

Media should entertaining, but also educating and tell the objetive truth for the public. But the truth is, media frequently lied to us through their shows. Their aim is money, so all they wanna do is gathering a lot of audience as they can get. No matter how fake the information is, as long as people liked it media will shows it.

· We must not follow this mistake

As a communication students, we must remember what should we do if we work in a mass media; We must show the real to the public, that’s our responsibility.


From this, we learnt more deeply that we should be a critical person. We have to decide which media program is the best, so we can fulfill our need for information. We cannot believe media easily. We have already searched and been a witness of several media’s lie and now we able to analyze media more careful and selective.

We must put ourself in an uncomfort zone. We search some information from internet and books, and we must watch some television program that not entertaining for us. But we can find something good from it for our material. So it all worth it.