Powered By Blogger

February 15, 2011

Refleksi Seminar ASEAN - 15 Maret 2010


Pada tanggal 15 Maret 2010, saya mengikuti sebuah seminar tentang ASEAN yang diadakan di Universitas Kristen Petra. Seminar ini merupakan seminar besar dimana para pembicaranya merupakan pembicara yang ahli di bidangnya dan berasal dari daerah yang berbeda di Indonesia.

Dalam seminar ini, dibahas permasalahan-permasalahan yang menyangkut ASEAN seperti permasalahan ‘comot kebudayaan’, masalah keamanan, dan lain sebagainya. Setelah mengikuti seminar tersebut, saya menemukan beberapa pencerahan dan pengetahuan.

Setelah mengikuti seminar ini, ada 2 poin yang saya tangkap, yaitu para generasi-generasi muda di Indonesia harus mulai vokal dan memiliki ketertarikan untuk memberikan sumbangsih pikiran bagi ASEAN. Karena kalau bukan kita yang muda, siapa yang akan meneruskan ASEAN?

Poin ke-2, saya menangkap bahwa saat ini, negara-negara ASEAN masih memiliki banyak konflik. Konflik itu disebabkan masalah perebutan wilayah teritorial. Tiap negara mengklain suatu pulau sebagai kepunyaannya, kemudian konflik juga disebabkan adanya permasalahan perebutan budaya, contohnya seperti budaya batik dan tari-tari Idonesia yang diklaim oleh negara Malaysia.

Bagi saya pribadi, ASEAN mengalami kebingungan / dilema dalam menentukan kadar/standardisasi “Hak Asasi Manusia”, dan hal ini pula yang dinyatakan oleh seorang penulis, Heru Susetyo Nuswanto dalam artikelnya yang bertajuk Asean dan Dilema Penegakan HAM.

Sebagai contoh kasus; Negeri gajah putih Thailand mengadakan hajat akbar akhir Februari 2009 ini yaitu 14th ASEAN Summit (Pertemuan Puncak ASEAN ke 14) yang diadakan di Hua Hin, Thailand. Sedianya forum tertinggi ASEAN ini akan diadakan di Chiang Mai pada bulan Desember 2008, namun berhubung kondisi politik dalam negeri Thailand kurang stabil dan daerah Chiang Mai adalah basis kelompok oposisi maka pertemuan ASEAN ke 14 ini digelar di Hua Hin, kota pantai berjarak tiga jam di Selatan Bangkok. Bagi pemerintah Thailand yang berkuasa saat ini (di bawah PM Abhisit Vejjajiva dari Partai Demokrat), pertemuan ASEAN ini amat penting karena meneguhkan legitimasinya selaku pemerintah yang berkuasa ke dalam dan keluar Thailand. Maklumlah, tahun 2008 silam diwarnai dengan kisruh politik yang luar biasa dahsyat, dimana PM Thailand berganti empat kali dalam satu tahun saja. Dimana hanya satu kali saja pergantian kepala pemerintahan tesebut berlangsung melalui mekanisme Pemilu dan selebihnya adalah 'intervensi' dari Mahkamah Konstitusi Thailand.

Bagi ASEAN, terlebih lagi pertemuan ini amat penting, karena merupakan pertemuan pertama pasca kelahiran ASEAN Charter (Piagam ASEAN) pada 20 November 2007. Empat puluh tahun sudah ASEAN berdiri sejak 8 Agustus 1967 namun tak kunjung memiliki piagam bersama. Barulah pada ASEAN Summit ke 13 di Singapore piagam tersebut dilahirkan dan berkekuatan hukum (entry into force) pada 15 Desember 2008 setelah sepuluh negara anggotanya meratifikasinya.

Sesuai dengan ASEAN Charter, pertemuan tingkat tinggi pemimpin negara-negara ASEAN yang digelar di Hua Hin ini adalah forum pengambilan kebijakan utama yang akan memberikan panduan kebijakan sekaligus keputusan terkait isu-isu penting yang sejalan dengan tujuan-tujuan dan kepentingan ASEAN. Lebih dari itu, ASEAN Summit ke 14 ini ingin menegaskan mandat dan memberikan cetak biru (blueprint) bagi negara-negara ASEAN untuk pembentukan masyarakat ASEAN yang terdiri atas masyarakat ekonomi (economic community), masyarakat politik dan keamanan (political-security community), dan masyarakat sosial budaya (socio cultural community) ASEAN yang dicanangkan untuk dibentuk pada tahun 2015. Secara khusus adalah cetak biru untuk dua jenis masyarakat yang terakhir, karena cetak biru masyarakat ekonomi ASEAN (ASEAN economic community) telah lahir pada pertemuan di Kuala Lumpur pada tahun 2006. Dengan telah lengkapnya ratifikasi ASEAN Charter oleh semua anggota ASEAN pada 15 Desember 2008, maka asosiasi negara-negara Asia Tenggara yang terbentuk di Bangkok pada 8 Agustus 1967 ini telah menjadi satu entitas dan organisasi antar pemerintah yang memiliki personalitas hukum (legal personality) tersendiri.

Saya jadi berpikir, sebenarnya apa makna HAM dalam bingkai ASEAN? Salah satu tujuan pembentukan ASEAN, sesuai dengan Deklarasi ASEAN 1967 adalah untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional melalui penghargaan terhadap keadilan dan supremasi hukum dalam hubungan antar negara ASEAN sesuai dengan prinsip-prinsip Piagam PBB (UN Charter 1945).

Tujuan tersebut di atas kemudian dijabarkan lagi dalam pasal 1 Piagam ASEAN 2007 dimana maksud dari pembentukan ASEAN antara lain adalah untuk memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada kedamaian di dalam regional ASEAN (angka 1) dan juga untuk memperkuat demokrasi, meningkatkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan supremasi hukum, serta untuk memajukan dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar (angka 7). Menilik maksud dan tujuan pembentukan ASEAN seperti terungkap dalam Deklarasi ASEAN maupun Piagam ASEAN di atas, tak diragukan lagi bahwa organisasi ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap pemajuan dan peningkatan perdamaian, keamanan, dan juga hak asasi manusia di lingkup ASEAN. Lebih dari itu organisasi ini juga menyatakan ketundukan dan penghormatannya kepada Piagam PBB, hukum inernasional dan hukum humaniter internasional (pasal 2 angka 2 Piagam ASEAN).

Komitmen tersebut di atas kemudian semakin menguat dengan pembentukan Badan HAM ASEAN (Asean Human Rights Body) seperti tertuang pada pasal 14 Piagam ASEAN 2007. Kendati demikian langkah-langkah indah terkait perdamaian, keamanan dan HAM di lingkup ASEAN ini bukan tanpa pembatasan. Karena, pada piagam yang sama disebutkan bahwa semua tindakan ASEAN dan negara-negara anggotanya harus sesuai dengan prinsip-prinsip, antara lain : (1) menghargai kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integritas territorial dan identitas nasional semua negara ASEAN dan (2) tidak melakukan intervensi (non interference) pada masalah-masalah dalam negeri sesama anggota ASEAN serta (3) tidak mengambil bagian dalam setiap kebijakan dan aktivitas yang mengancam kedaulatan, integritas territorial, stabilitas politik dan keamanan negara ASEAN lainnya (pasal 2 angka 2 Piagam ASEAN).

ASEAN memiliki dilema terkait permasalahan HAM. Salah satu mandat dari Piagam ASEAN adalah pembentukan Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Body). Pasal 14 Piagam ASEAN menyebutkan bahwa sesuai dengan tujuan ASEAN untuk memajukan dan meningkatkan perlindungan HAM dan kebebasan-kebebasan dasar (fundamental freedoms), ASEAN akan membentuk Badan HAM ASEAN.

Sampai kini kelompok kerja untuk pembentukan mekanisme HAM ASEAN (ASEAN human rights mechanism) masih bekerja dan telah melahirkan kerangka acuan (terms of reference) tentang badan ini. Beberapa usulannya antara lain bahwa badan ini akan berbentuk komisi (commission) (www.aseanhrmech.org) dan, sesuai dengan Vientiene Action Programme 2004, akan menaruh perhatian secara khusus pada (1) pemajuan dan perlindungan hak-hak perempuan dan anak; (2) perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran; (3) memajukan kesadaran dan pendidikan HAM; dan (4) menggalang kerjasama antara komisi nasional HAM di setiap negara ASEAN. Kelompok kerja tersebut juga menegaskan bahwa Badan HAM ASEAN tersebut nantinya akan tunduk dan mengacu pada instrumen-instrumen HAM nasional dan internasional seperti Piagam PBB, Deklarasi HAM Universal 1948, Deklarasi dan Program Aksi Vienna 1993, dan konvensi-konvensi internasional di bidang HAM lainnya.

Namun demikian, di luar semua perkembangan progresif dari ASEAN dengan Piagam ASEAN, Masyarakat ASEAN dan Badan HAM ASEAN-nya, ASEAN menghadapi tantangan dan masalah yang harus diselesaikan secara arif, yaitu penghormatan dan penegakan HAM di negara-negara anggotanya. Organisasi ASEAN pasca kelahiran Piagam ASEAN 2007 telah menjadi entitas dan memiliki personalitas hukum (legal personality) tersendiri. Status dan mandat baru ASEAN ini akan terbentur tembok tebal para anggotanya sendiri. Karena, hampir semua negara anggota ASEAN memiliki persoalan HAM. Myanmar dengan rejim militernya yang otoriter dan penindasan etnis minoritasnya (Rohingya, dll), Thailand dengan kekerasan dan konflik di Thailand Selatan (Patani Darussalam) dan sengketa perbatasan dengan Kamboja, Malaysia dengan masalah diskriminasi rasial dan pemberlakuan internal security act-nya, Kamboja dengan berlarut-larutnya peradilan terhadap mantan petinggi Khmer Merah, Philippina dengan berlarutnya konflik dan macetnya perdamaian di Moro-Mindanao, juga Indonesia yang memiliki masalah dengan kemiskinan, pengangguran, serta pemenuhan hak-hak ekonomi, kesehatan dan pendidikan warganya.

Beberapa masalah HAM di atas bahkan telah melewati pintu ruang domestiknya karena skala pelanggaran dan kejahatan yang begitu besar. Sebutlah kasus Myanmar dan Kamboja. Apa yang terjadi di Myanmar dalam bentuk kekerasan politik dan penindasan etnis minoritas seperti Rohingya (yang tak diakui sebagai warganegara Myamar hingga kini) dan di Kamboja (dalam bentuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada era Pol Pot 1975 – 1979) adalah suatu pelanggaran berat HAM dan kejahatan internasional yang patut menjadi perhatian bersama. Tak cukup diserahkan melalui mekanisme nasional saja. Masalah kemudian adalah, bagaimanakah ASEAN dapat mengatasi dilema penegakan HAM ini dengan fair dan adil? Bagaimanakah ASEAN dapat tetap memajukan dan melindungi HAM, menghormati keadilan dan perdamaian sambil tetap menghargai kedaulatan, integritas teritorial, dan prinsip tidak campur tangan urusan dalam negeri dari negara anggota ASEAN lainnya? Juga, bagaimanakah Badan HAM ASEAN yang akan dibentuk dapat tetap memajukan dan melindungi HAM di ruang lingkup ASEAN sekaligus pada saat bersamaan mengakomodasi integritas dan kepentingan negara-negara ASEAN?

Dilema ini sungguh tidak sederhana dan jelas menjadi batu ujian bagi ASEAN. Bagaimana ASEAN dari semula bersifat asosiasi kerjasama regional bisa bermetamorfosis menjadi personalitas hukum dengan mekanisme dan aturan bersama yang ditaati oleh semua negara anggotanya . Termasuk di bidang Hak Asasi Manusia.

Pada akhirnya, saya menyimpulkan bahwa dalam kehidupan ini saya tidak bisa hanya bersantai-santi. Saya harus mau berjuang keras. ASEAN membutuhkan generasi penerus yang mau berjuang, saya berharap suatu saat saya dapat memberikan suatu sumbangan bagi ASEAN. Pastinya permasalahan kebudayaan dan perebutan daerah teritorial harus bisa dituntaskan secepatnya. Apakah saya dapat ikut berperan sebagai pemberi masukan untuk hal itu? Semoga saja.


1 comment:

  1. QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar, jangan malu-malu...