Powered By Blogger

August 23, 2010

Analisis Citra Media Dengan Perspektif Interpretatif

.

Media memiliki sumber acuan dalam menggambarkan berbagai citra, contohnya citra media terhadap feminisme, maskulin, kelas sosial, kenikmatan, manfaat, persahabatan, seksualitas, dan lain sebagainya. Lalu dari mana sumber acuan nilai konstruksi sosial media massa ini berasal? Jika dibedah dengan teori Interpretatif, media memiliki semua pencitraan tersebut berdasarkan Frame of References dan Field of Experiences dari individu dalam struktur media tersebut.



Max Weber mengemukakan suatu kajian yang menjadi dasar dari perspektif Interpretatif. Kajian tersebut menyatakan bahwa penelitian sosial, ekonomi, dan sejarah tidak dapat selalu dilakukan secara empiris atau deskriptif, tapi harus menggunakan dan memperhitungkan konseptualnya. Analisa terhadap perspektif ini adalah, semua ilmu dan pembahasan yang ada tidak selalu dapat dijelaskan secara teoritis, sebab selalu ada pendapat-pendapat dan jalan pikiran yang berbeda dari tiap individu dalam menyikapi pembahasan tersebut. Jika pencitraan media A terhadap media B tentang suatu hal berbeda, itu semua tergantung pengalaman dan pengetahuan individu-individu dalam struktur media tersebut (Disarikan melalui INTERAKSIONISME SIMBOLIK (http://edsa.unsoed.net/?p=62) Artikel ini banyak membahas mengenai teori-teori Sosiologi Komunikasi, yang lengkap dengan pembahasannya). Contohnya; Media TPI memiliki sumber acuan bahwa budaya timur jauh lebih menarik untuk diangkat sebab produser TPI banyak yang menyukai budaya-budaya India, Malaysia, Indonesia, dsb. Sedangkan media RCTI memiliki sumber acuan bahwa budaya barat jauh lebih menarik untuk diangkat di layar kaca, sebab produser-produser RCTI banyak yang suka mengunjungi Australia, Amerika, UK, dsb.



Sebelumnya sudah dijelaskan, bahwa segala sesuatu yang akan diartikan selalu memiliki banyak arti karena pemikiran tiap-tiap orang selalu berbeda tergantung dari Frame of References dan Field of Experiences dari tiap individu (perspektif interpretatif). Maka dapat diterima apabila pengaruh pencitraan media itu akan berbeda-beda pula pada masyarakat (atau dalam hal ini audiens media). Sebagai contoh; Audiens yang memiliki pemikiran sederhana, ketika menonton sinetron di SCTV yang menyajikan citra orang kaya sebagai orang yang jahat akan menggeneralisasikan bahwa semua orang kaya pasti jahat.



Sedangkan pada audiens dengan pemikiran dewasa akan melakukan seleksi dari informasi yang ia terima, seperti misalnya ia akan berpikir, tidak semua orang kaya itu jahat, hanya orang-orang tertentu saja yang sedari kecil sudah menerima didikan yang salah.


Analisis media ini tentu memiliki pengaruh terhadap masyarakat dalam kehidupan sosialnya. Pengaruhnya juga berbeda-beda, kembali tergantung dari pemikiran dan pengetahuan tiap individu. Saat-saat ini Indosiar banyak menyajikan sinetron remaja yang menunjukkan gaya hidup orang kaya, sinetron ini juga banyak digemari, terbukti dari banyaknya ibu-ibu, remaja dan pembantu rumah tangga yang tiap pukul 19:00 selalu menonton sinetron di SCTV dan Indosiar (Disarikan melalui SINETRON INDOSIAR (http://www.kpi.go.id/index.php?etats=pengaduan&nid=3979)).


Gaya hidup yang ditampilkan dalam sinetron itu menunjukkan, orang kaya harus memakai pakaian yang indah, ditambah aksesoris seperti anting-anting besar dan kalung, jangan lupa menambahkan jam tangan dan cincin. Citra Indosiar tentang “orang kaya” ini memiliki pengaruh terhadap para ibu-ibu maupun remaja yang menyaksikannya, yaitu menimbulkan fenomena “Harajuku Style” di Indonesia (Indosiar juga banyak menayangkan sinetron dari Jepang dan Korea), banyak remaja yang berani memakai pakaian-pakaian seksi yang merupakan bentuk imitasi dari apa yang mereka tonton.



Namun ada juga yang tidak terpengaruh, tetap cuek, dan berpakaian sesuai dengan kebiasaannya sehari-hari. Ini semua kembali lagi sesuai dengan Perspektif Interpretatif, yaitu tergantung dari pemikiran dan pengetahuan tiap individu.


.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar, jangan malu-malu...