Powered By Blogger

August 25, 2010

5 DNA Dalam New Media Menurut Lev Manovich

.

Dalam membandingkan antara New Media dengan Old Media, ada 5 gen / DNA yang dapat djadikan pembanding keduanya, dimana ke-5 hal ini wajib dimiliki suatu media yang disebut New Media.

Namun tidak setiap obyek media harus mematuhi prinsip 5 DNA ini. 5 DNA ini harus dipertimbangkan bukan sebagai Hukum-Pasti, tetapi lebih sebagai tendensi umum dalam budaya sekarang (yang lebih mengarah pada komputerisasi / digital).




5 DNA tersebut adalah:



1. NUMERICAL REPRESENTATION

(Pengaplikasian matematika dalam media)


New Media adalah media yang dibuat dengan kode digital, yaitu memakai representasi matematis. Hal ini membuat New Media dapat dideskripsikan secara formal / matematis. Contohnya, sebuah gambar dapat dijelaskan menggunakan fungsi matematika. Lalu, obyek new media adalah subyek dari manipulasi alogaritma; artinya new media selalu dikonvergensikan dengan ilmu matematis, contohnya, dengan menggunakan alogaritma yang tepat, kita dapat dengan otomatis membuang “noise” dari foto, meningkatkan kontras warna, mencari sisi-sisi dari bentuk, atau mengubah proporsi dan ukuran gambar, singkatnya, media menjadi mudah untuk diprogramkan.


Adanya pemahaman bahwa media harus dikonvergensi dengan ilmu matematika untuk menjadi new media saya rasa sangat tepat. Ilmu matematika memungkinkan kita dapat membuat blog pribadi, mengedit foto, mengetik, dsb. Jika media dimanfaatkan tanpa digabungkan dengan ilmu matematika, maka segala sesuatunya harus dikerjakan secara manual, seperti memotong foto harus dengan silet, menulis harus dengan tangan dan alat tulis, jika segalanya manual, bagaimana bisa disebut “new” media?



2. MODULARITY

(Adanya konvergensi / penggabungan aneka media menjadi satu)


DNA kedua ini membahas mengenai betapa media yang disebut new media, adalah media yang didalamnya terdiri dari gabungan berbagai elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media di dalamnya, dimana beberapa media dijadikan satu, itu baru disebut new media. Namun walau media-media tersebut disatukan, tiap-tiap elemen memiliki independensi masing-masing; contohnya sebuah film multimedia yang dibuat dengan software Macromedia Director yang terkenal mungkin berisi ratusan gambar, QuickTime movies, dan suara yang dimasukkan secara terpisah dan berjalan selama film berjalan. Karena tiap-tiap elemen memiliki independensi masing-masing, maka masing-masing dapat dimodifikasi / di-edit kapanpun tanpa harus mengubah film itu sendiri (contoh: suaranya ditinggikan seperti chipmunk, tetapi gambar dan warna film tidak berubah).


Contoh lain adalah gambar yang memiliki aneka aplikasi (GIF, JPG, PSD, dsb), ketika gambar-gambar ini dipindah ke microsoft office seperti word, maka gambar-gambar itu masing-masing tetap berdiri secara independen dan dapat di edit sendiri-sendiri.


Kesimpulan dari modularity adalah, obyek new media terdiri dari bagian-bagian independen, yang masing-masing kembali terdiri dari bagian-bagian independen yang lebih kecil (berlapis-lapis) dan seterusnya hingga ke “atom” terkecil – pixel, poin 3-D, atau karakter teks.



3. AUTOMATION

(New media harus otomatis)


Apabila 2 DNA pertama (Numerical dan Struktur Modular) telah terpenuhi, maka media dapat mengoperasikan sifat otomatis dalam berbagai perangkatnya. Kesimpulannya, dengan adanya sifat matematis dan konvergnesi di dalamnya, media dapat digunakan / di-akses/ dioperasikan dengan lebih otomatis (instan, cepat, mudah).


Dalam Automation ini, sifat otomatis new media terbagi menjadi 2, yaitu Low-Level Automation dan High-Level Automation.


Low-Level Automation bekerja dengan mengubah atau menciptakan perubahan dari sketsa suatu obyek dengan memakai template atau alogaritma sederhana; contohnya program edit gambar seperti Photoshop dapat dengan otomatis memperbaiki gambar hasil scan, membersihkan gambar dan meningkatkan kontras gambar. Sifat otomatis ini juga dilengkapi dengan penyaring / filter yang dapat dengan otomatis merubah obyek, seperti suatu foto yang dapat dirubah hingga seakan-akan gambar tersebut telah dilukis oleh pelukis ternama seperti Van Gogh.


High-Level Automation mengharuskan komputer untuk memahami beberapa tingatan, makna pada obyek yang ada (komputer memahami semantik / bahasa). Ini merupakan pengembangan dari proyek Artificial Intelligence / AI (Kecerdasan buatan), contoh media yang telah memakai High-Level Automation aDalah Smart Camera, yang ketika diberi skrip, secara otomatis mengikuti aksi yang berjalan dan segera merekam. (Media seakan-akan hidup dan bisa berpikir).



4. VARIABILITY

(Satu new media, tercipta dan dapat diaplikasikan dalam berbagai versi)


Obyek new media bukanlah obek yang sekali jadi dan begitu seterusnya, tetapi new media haruslah media yang dapat eksis dalam versi yang berbeda-beda. Ini merupaan dampak lain dari DNA 1 dan 2 (Numerical dan Modularity).


Jika old media membutuhkan manusia sebagai pencipta secara manual (teks, visual, dan audio), maka new media haruslah media yang diciptakan sekali untuk banyak hal. Obyek dari new media harus diciptakan untuk berbagai versi yang berbeda, dan daripada diciptakan sepenuhnya oleh manusia sebagai pencipta, versi ini seringkali diciptakan demi tujuan otomatis dalam komputer. Oleh sebab itu, DNA ini (Varability) tidak mungkin terdapat jika tidak disertai dengan modularity (konvergensi media / penggabungan beberapa elemen media)

Contoh variability dalam new media, yaitu adanya software Photoshop yang tercipta dalam berbagai bentuk, Adobe (CS, CS3, dll), Idesign, atau microsoft office tools, atau dalam dunia internet, seperti blog yang memiliki layanan variatif, baik untuk menunjukkan musik, video, berita, dsb.



5. TRANSCODING

(Menerjemahkan suatu elemen media ke format lainnya)


Dalam perkembangannya, media harus mengikuti budaya yang ada dalam kehidupan manusia. Media harus berkembang dan berkembang, mengikuti kode-kode yang ada di masyarakat, supaya dapat diartikan / diterjemahkan dalam komputer. Hasilnya, akan muncul budaya komputer baru; yaitu pembauran makna dari manusia dan komputer (Budaya manusia yang menjadi model dunia, dan tujuan pribadi komputer dalam merepresentasikannya).


Ini merupakan DNA terakhir yang jauh sekali berkembang dari ke-4 DNA new media sebelumnya. Pada tahapan Transcoding, kita perlu memahami logika dari media, dan bagaimana media harus berubah mengikuti perkembangan manusia. Perkembangan ini tentu tidak langsung, tetapi pelan-pelan karena bertahap.

Untuk memahami logika new media, kita perlu memahami computer science. Disana kita dapat menemukan istilah-istilah baru, kategori-kategori, serta operasi untuk mengkarakterkan media menjadi mudah untuk diprogramkan.


Kesimpulannya; Transcoding merupakan DNA new media terakhir yang membuat media dipandang sebagai sesuatu yang dapat berpikir karena adanya perkembangan logika media sehingga media memiliki pembauran makna dengan manusia (New media adalah media yang “cerdas seperti manusia” karena terus berkembang seturut perkembangan jaman).



.


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar, jangan malu-malu...