Hari masih menunjukkan pukul setengah enam, namun kota
Surabaya telah terbangun untuk memulai kesibukannya. Kendaraan-kendaraan
berseliweran di jalan untuk memulai aktivitasnya masing-masing; mencari
penumpang, menuju ke suatu lokasi untuk bekerja, atau hanya sekedar bersantai
dan mengisi perut. Surabaya memang memiliki
ratusan tempat yang layak dikunjungi untuk menambah wawasan maupun rekreasi,
namun di kota terbesar kedua di Indonesia
ini, satu yang tidak boleh dilewatkan pengunjung dari kota lain: kuliner yang terus diturunkan dari
generasi ke generasi.
Melewati jalan Ngagel Jaya, sebuah spanduk merah dan
kuning dengan tulisan “Mbok Rah” tampak menarik perhatian. Nama itu tampak
familiar dan saya mencoba mengingatnya, darimana saya pernah mendengar nama
itu. Tak lama pikiran saya membawa saya ke kenangan masa kecil, ayah saya
sering mengajak saya menikmati pecel dengan nama yang sama di kawasan Tugu
Pahlawan. Apakah ini pecel yang sama, pecel yang saya makan waktu saya masih
kecil? Saya mendekat dan melihat tulisan “Buka Cabang Pagi” di bagian bawah
spanduk.
“Pecel Mbok Rah, ya sudah papa makan dari papa kecil,
sudah lama itu ada, sampai sekarang rasanya juga nggak pernah berubah.” Terang
ayah saya.
Ingin kembali mencicipi citarasa kuno, saya pun berjalan memasuki
depot tersebut.
“Permisi, Pak. Ini Pecel cabang darimana, ya?” Tanya
saya.
“Ini cabang Tugu Pahlawan, mas.” Balas si penjual.
Makin yakinlah saya
kalau ini adalah pecel yang pernah saya nikmati sewaktu saya masih kecil.
Pecel, makanan yang terkenal berasal dari Madiun ini
biasa dinikmati masyarakat Surabaya.
Pada umumnya nasi pecel hanya terdiri dari nasi, sayur, bumbu pecel yang terbuat dari kacang, krupuk peyek, serta lauk-lauk tambahan lainnya.
Tapi seorang “mbok” yang dulu dikenal dengan panggilan Mbok Rah berani bereksperimen dengan nasi pecel. Pecel Mbok Rah yang telah dijual di daerah Tugu Pahlawan selama 61 tahun kini melebarkan sayapnya dengan membuka cabang di jalan Ngagel Jaya nomor 54.
Pada umumnya nasi pecel hanya terdiri dari nasi, sayur, bumbu pecel yang terbuat dari kacang, krupuk peyek, serta lauk-lauk tambahan lainnya.
Tapi seorang “mbok” yang dulu dikenal dengan panggilan Mbok Rah berani bereksperimen dengan nasi pecel. Pecel Mbok Rah yang telah dijual di daerah Tugu Pahlawan selama 61 tahun kini melebarkan sayapnya dengan membuka cabang di jalan Ngagel Jaya nomor 54.
Pecel Mbok Rah yang orisinal khas tempoe doeloe |
Yang istimewa dari pecel Mbok Rah adalah citarasanya yang
tidak pernah berubah selama 61 tahun. Keturunan Mbok Rah terus mempertahankan
citarasa tempo dulu. Mbok Rah pertama kali menurunkan bisnis pecelnya pada anaknya,
Pak Mulyono. Kemudian dilanjutkan oleh cucunya, Ibu Sutati di jalan Tugu
Pahlawan, dan kini di Ngagel telah dibuka cabang oleh ke 2 cicitnya, Pak Hadi
dan Pak Anang. Mereka berkomitmen untuk terus mempertahankan citarasa awal dari
pecel Mbok Rah.
"Ini adalah bisnis turun-temurun, 61 tahun yang lalu
nenek buyut saya, mbok Rah pertama kali berjualan di daerah Tugu Pahlawan, Tempatnya
juga tidak pernah berubah; di antara Bank Commonwealth
dan tempat kursus Prisma Profesional," ujar Pak Hadi.
Pecel Mbok Rah tidak hanya menjual nasi pecel, namun juga
nasi lodeh dan nasi semur. Inilah yang membuatnya istimewa: Semua makanan ini
dapat dikombinasikan dan menghasilkan citarasa yang lain dari yang lain,
"Kita paling sering menjual pecel lodeh, citarasanya beda dari yang lain.
Terkadang pembeli juga meminta pecel semur atau semur lodeh. Semua bebas,
tergantung selera," ujar Pak Hadi.
Cabang Pecel Mbok Rah di jalan Ngagel buka mulai pukul
08:30 WIB - 15:00 WIB, sedangkan pusatnya di Tugu Pahlawan buka mulai pukul
16:30 WIB - 21:00 WIB, "Tapi yang di Tugu Pahlawan biasanya jam 19:30 WIB
sudah habis," ujar Pak Hadi. Pecel lodeh yang ditawarkan Mbok Rah memang
tidak bisa disamakan dengan pecel yang lain. Ciri khas itu tidak bisa ditiru,
dari bumbu dan aromanya, dapat langsung diketahui kalau ini adalah nasi pecel
yang khas tempo dulu.
Menuju Pecel Mbok Rah di kawasan Tugu Pahlawan, telah
terlihat mobil-mobil mengantri hanya untuk menikmati nasi pecel tempo dulu.
Dinikmati dengan the manis hangat, pembeli juga dapat memesan kue leker seharga
Rp 1.500,- per buah yang dijual di sebelah Pecel Mbok Rah.
Pecel Mbok Rah pertama dijual tahun 1950, dengan lokasi
yang tidak pernah berubah, sampai sekarang masih tetap di antara Bank Commonwealth dan Prisma Profesional. Pada
masa itu, kedua tempat ini memang masih belum ada, namun di antara gang yang
sama, ketenaran pecel Mbok Rah sudah melegenda di kawasan Baliwerti. Harganya-pun
terjangkau, pecel Mbok Rah dijual dengan harga Rp 8 ribu - Rp 10 ribu,
tergantung dengan lauk yang anda pilih. Kalau saat ini konsumen harus merogoh
kocek sebesar itu, dulu nasi pecel satu porsi hanya dihargai 5 rupiah, kemudian
naik menjadi 25 rupiah, dan terus naik sampai harganya yang saat ini.
Keistimewaan utama Pecel Mbok Rah terletak pada rasa dari
bumbunya. Bumbu pecel ini memakai resep turun temurun yang tidak pernah dirubah
selama 61 tahun “Bumbunya itu yang
nggak bisa dibeli di tempat lain. Ada rasa yang unik dan khas di sini. Ya,
sudah dari dulu sekali saya makan pecel ini, ya ini kesukaan saya, pecel lain
nggak bisa kayak gini,” ujar Michael, salah satu penikmat pecel Mbok Rah di
kawasan Tugu Pahlawan.
Orang-orang sangat menggemari pecel Mbok Rah karena bumbu
pecelnya yang istimewa dengan rasa pedas yang menggigit lidah. Keunikannya
terletak juga pada kombinasi lauk yang tidak ditemui pada nasi pecel yang lain:
Dengan sedikit ikan teri, daging empal, telur rebus kecap, krupuk peyek yang
sangat renyah, dipadu dengan kuah lodeh yang hangat menimbulkan sensasi rasa
yang tidak ada duanya. Kalau anda penggemar nasi pecel, pecel Mbok Rah dapat
menjadi referensi tambahan anda di Kota Surabaya. Tertarik untuk mencoba?
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, jangan malu-malu...